Senin, 05 Maret 2018

"RUMAH TUO" PDRI UNTUK PARIWISATA KOTA BUKITTINGGI

Dokumentasi Isma D Yanti


Siapa yang mengira?? Siapa yang menyangka??? Sebuah "Rumah Tuo" di tengah Kota Bukittinggi yang menanti "Hancurnya", lebur, hilang membawa fakta sejarah bersamanya adalah sebuah RUMAH yang memiliki PERANAN PENTING dalam menjaga KEDAULATAN Indonesia.


Melewati hampir setiap waktu. Melengah karna rupa "buruknya" atau karna tidak tau ceritanya. 


"Rumah Tuo" di penurunan Parak Kopi Kota Bukittinggi adalah SAKSI BISU perjuangan Bangsa ini untuk benar-benar MERDEKA. 


Inilah yang telah "terlupakan".


Inilah salah satu "MUTIARA" untuk PARIWISATA Kota Bukittinggi.


Cerita ini berkaitan dengan sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonsia (PDRI) 19 Desember 1948-13 Juli 1949.


Setelah Jepang kalah perang dengan SEKUTU pada 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Segala keperluan untuk menyokong pemerintahan yang berdaulat dirancang oleh PPKI. Diantaranya, menetapkan Soekarno- Hatta sebagai presiden dan wakil presiden, pembentukan Komite Nasional Indonesia ( KNI ), dan Badan Keamanan Rakyat ( BKR ).

 

Sayangnya, walaupun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, SEKUTU (membonceng Belanda) bersikukuh untuk tetap menjajah Indonesia dengan dalih "Pemulihan Keamanan". Tindakan Belanda ini ditentang oleh masyarakat Indonesia. Penentangan ini berwujud perang dengan taktik gerilya dan perundingan - diplomasi. 


Penjajah tetap penjajah. Seperti sebelum-sebelumnya, Belanda selalu mengkhianati perjanjian yang telah disepakai. Puncaknya dengan Agresi Militer Belanda ke II yang menaklukkan Yokyakarta (Pusat pemerintahan). Dalam Agresi ini, Belanda menawan Soekarno-Hatta. 


Untuk tetap menjaga kedaulatan Indonesia, Soekarno mengeluarkan mandat agar Syafrudin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat dengan Bukittinggi sebagai Ibu Kota. 


Menindaklanjuti mandat ini, Syafrudin Prawiranegara, pukul 09.00 pagi tanggal 19 Desember 1948 bersama Tengku Mohammad Hasan melakukan perundingan (bertempat di Istana Bung Hatta sekarang). Perundingan dilanjutkan sore hari pukul 18.00 sore di Sebuah rumah di Parak Kopi karna lokasi perundingan sebelumnya telah diintai pihak Belanda.


Rumah yang menjadi Tempat Perundingan hingga terbentuknya PDRI= Rumah Milik Tengku Moh. Hasan
 (Dokumentasi Isma D Yanti

Hasil Perundingan ini, terbentuknya PDRI dengan ketua Syafruddin Prawiranegara, dan wakil ketua Tengku Moh. Hasan. Tanggal 22 Desember 1948 jam 4.30 di Halaban Payakumbuh diumumkan terbentuknya PDRI lengkap dengan susunan kabinetnya. Dengan demikian roda pemerintahan tetap berjalan, Indonesia tetap berdaulat.


Menyikapi ini, Belanda semakin gencar berupaya melumpuhkan dan menguasai berabagai sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh pihak Indonesia melakuan perjuangan. Salah satunya, dengan mem-BOM Pemancar Radio (saat itu berada di gedung SMP 2 sekarang). Tindakan ini dilakukan Belanda untuk memblokir Indonesia, menutup informasi kondisi Indonesia dari dunia luar, memutus mata rantai antara pejuang di Bukittinggi dengan tokoh-tokoh Pejuang di luar Bukittinggi.


Hancurnya pemacar radio, tentunya akan membuat perjuangan akan terganggu. Para pejuang di Bukittinggi mengalami kesulitan menerima informsi dari luar maupun memberi informasi ke luar. Mensiasati kondisi ini, untuk mensuarakan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada, Indonesia masih berdaulat, pejuang di Bukittinggi menjadikan "Rumah Tuo" di Parak Kopi ini sebagi tempat penyiaran. Dengan adanya penyiaran ini, dunia tahu kalau Indonesia masih ada, Indonesia Berdaulat. 


Penyiaran ini memberi dampak besar bagi Indonesia. Berawal dengan adanya perjanjian Roem - Royen (1949)- hingga Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda dari 23 Agustus - 2 November 1949. Pada KMB pihak yang hadir adalah pihak Indonesia (diwakili Hatta) - Pihak Belanda - BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg) yang mewakili beberapa negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia. Konfrensi ini berhasil membuka "mata dunia" bahwa Indonesia ADA, BERDAULAT dan berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan KEDAULTAN kepada Republik Indonesia Serikat. 


Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.


Intinya adalah:


Pentingnya peran "Rumah Tuo" ini dalam mempertahakan Kedaulatan Republik Indonesia dan Mencapai Kemerdekaan Indonesia Mutlak. 

Di "Rumah Tuo" ini PDRI terbentuk dan di "Rumah Tuo" ini penyiaran radio dilakukan hingga Dunia mengatahui bahwa Indonesia ADA, Indonesia TIDAK RUNTUH, Indonesia Berdaulat.

"PENYELAMATAN" salah satu bangunan bersejarah yang berada di Kota Bukittinggi ini adalah langkah yang "Hatus" dilakukan. Penyelamatan memang tidak mudah dan tidak murah namun, langkah ini akan memperkokoh Kota Bukittinggi sebagai Kota Tua, Kota Sejarah, Kota Pendidikan, dan Kota Pariwisata. Bukti sejarah ini, akan MEMPERKUAT PARIWISATA Kota Bukittinggi dan akan menjadi MAKNET baru bagi PARIWISATA Bukittinggi.


Salam ...

@ TIM PENCINTA PARIWISATA KOTA BUKITTINGGI

Penulis: Isma Darma Yanti


Sumber:

  • Kahin, George McTurnan (1952) Nationalism and Revolution in Indonesia Cornell University Press, ISBN 0-8014-9108-8
  • Ricklefs (1982), A History of Modern Indonesia, Macmillan Southeast Asian reprint, ISBN 0-333-24380-3
  • Simanjuntak, P. N. H. (2003) (in Indonesian), Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi, Jakarta: Djambatan, pp. 73–83, ISBN 979-428-499-8
  • Wawancara dengan Drs. Syofyan Udni Dt. Lelo Basa ( Ketua Legiun Veteran Kota Bukittinggi, Sekretaris Veteran Sumatera Barat; Sekretaris Yayasan Pembela Tanah Air (PETA) Indonesia.
  • Wawancara dengan  Syarifuddin Djas, SH 

Kondisi " Rumah Tuo" saat ini.

Dokumentasi Isma D Yanti

Dokumentasi Isma D Yanti

Berkesempatan memfoto Narasumber (Inyiak Drs. Syofyan Udni Dt. Lelo Basa dan Bapak Syarifuddin Djas, SH). Dokumentasi Isma D Yanti




4 komentar:

  1. Mantap buk...saya juga sudah berbagi info dan foto tentang kondisi miris rumah bersejarah ini. BPCB telah merespon dengan mengontak saya melalui WA... Dan ada juga dari sejarawan lain yg berniat menyempaikan keadaan ini pada pihak provinsi... Wassalam.

    BalasHapus
  2. mantap pak...semoga segera diselamatkan...salam

    BalasHapus
  3. terima kasih. silahkan kunjungi juga link pdri.
    https://www.travesia.co.id/category/pdri/

    BalasHapus