Rabu, 28 Maret 2018

BAGURAU SALUANG JO DENDANG ; TRADISI UNTUK PARIWISATA

Foto wikipedia.org


Foto dari wikipedia.org

“Bagurau Saluang jo Dendang
Tradisi Minangkabau Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat Dan Pariwisata 

 
Minangkabau merupakan wilayah budaya yang kaya dengan tradisi. Tradisi budaya Minangkabau ini tumbuh dan berkembang sebagai tradisi budaya rakyat, yang berakar pada sistem kekerabatan Minangkabau yang bersifat matrilinial. Tradisi budaya ini sekaligus mencerminkan dinamika dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau, sesuai dengan falsafah adatnya Alam Takambang Jadi Guru, sakali aie gadang, sakali tapian barubah. Dinamika perkembangan tradisi budaya Minangkabau, semenjak akhir tahun 60 an terjadi begitu cepat. Banyak perubahan dan pergeseran yang cukup penting terjadi dalam kehidupan orang Minangkabau. Salah satu perkembangan yang menarik adalah perkembangan dalam kehidupan seni pertunjukannya, terutama pertunjukan bagurau saluang dan dendang, yang bergeser hingga kini memberikan ruang untuk kaum perempuan tampil sebagai pelaku utama dalam kegiatan budaya tradisi tersebut .

 Bagurau saluang jo dendang, merupakan salah satu seni tradisi pertunjukan yang penting di Minangkabau, dan tradisi ini telah tumbuh sejak lama, dan telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang menarik. Secara sederhana dapat dijelaskan, bentuk tradisi bagurau saluang jo dendang, adalah sebuah pertunjukan musikal dengan menggunakan alat tiup bambu (saluang) sebagai instrumen pengiring, dan nyanyian (dendang) sebagai media menyampaikan pesan-pesan dalam bentun pantun.

Melalui tradisi pertunjukan bagurau saluang jo dendang, kita akan menemukan berbagai aspek budaya Minangkabau yang spesifik, seperti tradisi lisan sebagai refleksi dari budaya lisan orang Minangkabau dan hubungan sosial dan tradisi budaya Minangkabau yang menopangnya. Berdasarkan hal tersebut, kesenian Bagurau Saluang jo Dendang , dapat dikaji untuk melihat nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau.

Pertunjukan Bagurau Saluang jo Dendang juga dipengaruhi oleh pertunjukan randai.Ba-randai di Minangkabau, merupakan hasil kebiasaan masyarakat untuk melakukan dialog dengan menggunakan bahasa ibarat, pantun, kiasan dan pepatah-petitih.  Kebiasaan ini menyebabkan masyarakat mudah berintekrasi dalam pertunjukan Bagurau Saluang jo Dengang, sebab syair-syair yang didendangkan merupakan pantun-pantun yang penuh ibarat, kiasan dan pepatah-petitih. Dengan demikian, istilah bagurau ataupun barandai dalam tradisi budaya masyarakat Minangkabau, merupakan suatu tradisi keseharian atau merupakan suatu konsep sosial yang hidup dalam diri orang Minangkabau.

Dalam  pertunjukan bagurau saluang dan dendang seluruh senimannya bermain sambil duduk, dengan membentuk pola setengah lingkaran. Kalau mereka mengadakan pertunjukan di atas panggung, sejauh masih ada tempat, penontonnya juga boleh ikut duduk di atas panggung. Kalau bermain di dalam rumah, semua orang akan duduk bersama, dan biasanya akan mengelilingi para seniman pertunjukan bagurau saluang dan dendang ini. Namun ada juga pertunjukan bagurau saluang dan dendang yang dilakukan sambil berjalan untuk mengiringi prosesi upacara perkawinan. Para seniman saluang ini diminta untuk mengiringi mempelai sambil meniup saluang dan berdendang. Namun bentuk pertunjukan ini sangat jarang terjadi, dan hanya ada di dua atau tiga tempat di Sumatra Barat.

Pertunjukan bagurau saluang dan dendang sebagaimana lazimnya kesenian rakyat, bentukya sederhana, dan tidak menuntut persyaratan-persyaratan artistik pemanggungan yang rumit. Pada dasarnya pertunjukan bagurau saluang dan dendang ini bisa dimainkan di mana saja, dan yang lebih diutamakan adalah bentuk pertunjukan yang dapat akrab (dialogis) dengan penontonnya. Ditampilkan dalam suatu kelompok, dan minimal anggotanya tiga orang, dengan satu orang peniup saluang dan dua orang pendendang. Lagu-lagu yang dimainkan ratusan banyaknya, namun dalam tradisi bagurau kita bisa melihat bahwa lagu pertama dan lagu terakhir selalu “hampir” sama.  Lagu Pertama yang didendangkan adalah Lagu Singgalang dan lagu terakhir adalah lagu jalu-jalu. Lagu ini yang memiliki puluhan judul, akan dinyanyikan sebagai lagu pembuka, yang isi pantunyanya sebagai berikut: 

Lagu Pembukaan

SINGGALANG  

Cupak panuah gantang balanjuang
Ka cupak urang ka tigo luhak
Jatuah ka Alam Minangkabau
Hanyo sambah salam dianjuang
Rila jo maaf kami mintak
Ukua jo jangko kok talampau


Baringin di Pakan Akaik
Di laman kantua nagari
Dek yakin awak baniak
Bagurau juo samalam kini

Setelah lagu ini dinyanyikan, biasanya penonton akan memintak lagu kesukaannya, dan jika belum ada permintaan, maka tukang dendang akan memilih sendiri lagu yang akan mereka nyanyikan. Mulai dari lagu-lagu yang bernada gembira dan menghibur, sampai dengan lagu-lagu yang bernada sedih dengan pantun-pantun yang penuh dengan ratapan. Namun pada akhirnya, sesaat sebelum pertunjukan bagurau saluang dan dendang berakhir, lagu terakhir yang akan dinyanyikan adalah lagu penutup yang disebut dengan Jalu-jalu, yang isi syairnya seperti di bawah ini.


Lagu Penutup

JALU-JALU

Pukua ampek dek lah datang
Jalau-jalu sobaik iko sajo
Awak baniyaik marantang panjang
Tuan baniyaik mangusuiknyo


 Batu merah ambiak panembok
Panembok sumua tampek mandi
Barila-rila mangko ka elok
Ibraik urang bajua bali


Mandaki kito mandaki
Nan kalua ka jalan gadang
Gurau di siko dulu
Di lain hari nak kito ulang


Setelah lagu Jalu-jalu selesai didendangkan, maka secara otomatis pagurau (pacandu gurau) akan membubarkan diri.

Selain itu, pertunjukan Bagurau saluang jo dengang memberikan tempat untuk semua generasi. Pada paro malam pertama yakni antara pukul 21.00 sampai dengan pukul 24.00, biasanya jenis lagu-lagu yang dimainkan atau yang dimintak penonton adalah lagu-lagu yang gembira, menghibur dan pantun yang dinyanyikan pantun muda . Sedangkan paro malam kedua yakni sekitar pukul 24.00 hingga dengan pukul 04.00, lagu-lagu yang ditampilkan adalah jenis lagu ratapan yang disebut lagu ratok. 

Nada-nada yang dihasilkan pertunjukan Bagurau saluang dan dendang memang terdengar seperti meratap, dan lagu-lagu inilah yang dianggap sebagai lagu klasik (tradisi) dalam pertunjukan bagurau saluang dan dendang. Biasanya penonton yang hadir pada paroh malam kedua ini, adalah penonton yang sudah berumur relatif tua dan merupakan penonton yang serius, yang disebut dengan pencandu gurau.


Dalam pertunjukan bagurau saluang jo dendang, ada satu lagi figur yang sangat penting selain dari tukang saluang dan tukang dendang, yakni Janang. Janang berfungsi sebagai orang yang akan mengatur irama pertunjukan, sehingga bisa berjalan dengan semarak dan hidup. Seorang Janang yang bagus akan dapat menghimpun dana masyarakat yang lebih besar melalui sumbangan yang diberikan penonton. 

Tugas utama seorang Janang adalah memilih dan membacakan kertas-kertas pesanan lagu yang dibuat oleh penonton. Selain menyebutkan apa lagu yang diminta, siapa yang meminta, Janang juga biasanya membacakan jumlah sumbangan yang diberikan. Tidak jarang dari kertas-kertas pesanan, yang sebelumnya dibagikan panitia pelaksana pada penonton, selain menuliskan nama lagu juga ada pantun-pantun, yang ditujukan pada kelompok tertentu yang hadir dalam pertunjukan bagurau saluang dan dendang tersebut. Kadang-kadang Janang juga memberikan tambahan dengan maksud agar pertunjukan berjalan dengan dinamis.

Selain untuk melihat nilai-nilai sosial yang hidup di tengah masyarakat Minangkabau, pertunjukan bagurau saluang jo dendang memiliki beberapa fungsi, yakni: (1) forum dialog estetis; (2) sarana komunikasi; (3) fungsi ekspresi emosi; (4) sarana pengintegrasian masyarakat; (5) sarana kesinambungan kebudayaan; (6) fungsi ekonomi; (7) pembelajaran budaya; dan (8) sarana memunculkan konflik.

Berdasarkan fungsi tersebut (Fungsi ekonomi), Pertunjukan Bagurau Saluang jo Dendang berfungsi untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat.  Pelestarian sejalan dengan upaya meningkatkan kesejateraan masyarakat, sesuai dengan tujuan pengembangan pariwisata nasional, yakni pengembangan/pembangunan kepariwisataan bertumpu pada keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya  dengan tidak mengabaikan kebutuhan masa yang akan datang, sehingga diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat meningkatkan kesejateraan masyarakat (Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No. 14 tahun 2016).

Pertunjukan Bagurau Saluang jo Dendang dalam menunjang Pariwisata berada pada posisi menjadi “maknet” untuk memikat wisatawan. Artinya, keunikan pertunjukan Bagurau Saluang jo Dendang dapat dijual kepada wisatawan dalam paket wisata. Wisatawan yang datang untuk menghadiri- sekedar menonton atau terlibat sebagai pagurau- akan memberikan umpan balik ekonomi bagi masyarakat, yakni pemasukan. Pemasukan ekonomi tentunya tidak hanya akan diterima oleh pelaku pertunjukan, namun juga akan memberi dampak ekonomi bagi banyak pihak.
  Bagian pertunjukan Bagurau Saluang jo Dendang yang mengambarkan secara jelas fungsi ekonomi adalah pemesanan pantun. Dalam pertunjukan Bagurau Saluang jo dendang, pantun yang pesan oleh Pacandu Gurau (Pagurau) baru akan dinyanyikan tukang dendang jika Pacandu Gurau telah mengeluarkan uang yang sesuai[1].  

Fungsi ekonomi pertunjukan Bagurau Saluang Jo Dendang juga dapat dilihat dari pertunjukan Bagurau saluang jo dendang yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan keuangan nagari, seperti untuk memperbaiki jalan, membangun mushalla dan mesjid, memperbaiki sarana olahraga, serta memelihara maupun membangun fasiltas publik lainnya.  


Salam....



[1] Nilai uang tidak ditetapkan, namun yang membayar lebih mahal maka pantunnya yang lebih dahulu dinyanyikan.


  .  






1 komentar:

  1. baralah tinggi si buruang tabang
    panek malayok ka inggok juo
    banyak ragamnyo budayo datang
    budayo kito kambangkan juo

    darilah solok nak ka salayo
    uranglah guguak pai ka pakan
    ambiak nan elok jadi pusako
    nan buruak samo kito pelokkan

    BalasHapus