" Seorang syeikh menduduki posisi tertinggi di sebuah surau dan bertanggung jawab atas pengajaran seluruh murid di surau yang dipimpinnya dan masyarakatnya Ia sendiri telah melalui disiplin yang telah ditentukan oleh seorang pengarah spiritual, yang otoritasnya dapat dilacak sampai kepada pendiri tarekat. Seorang syeikh juga terlibat dalam kegiatan pertanian, perdagangan yang ada di daerah-daerah sekitarnya. Implikasinya, seorang syeikh juga dijuluki sebagai pelindung petani dan pedagang"
Dalam lingkungannya (masyarakat umum
dan sekolah), guru merupakan teladan. Kondisi ini menuntut kemampuan sosial
guru dengan masyakat, sebagai upaya mewujudkan proses pembelajaran yang efektif
dan akan mempengaruhi hubungan sekolah dengan masyarakat lebih baik lagi.
Namun, tidak sedikit stigma negatif dan bahkan melemahkan citra guru, baik
sebagai opini maupun berita yangmuncul di media massa. Dalam kondisi seperti
ini dibutuhkan sikap adil, baik dari guru maupun masyarakat secara umum, yang
menunjukkan identitas dan karakter guru sebagai profesional dan anggota
masyarakat yang edukatif. Kompetensi sosial guru tidak bisa dipahami secara
general, tapi lebih spesifik dan tergantung kelompok sosial yang ada di
masyarakat. Kompetensi sosial terintegrasi dalam profesi guru terlihat dalam
sebuah ijazah berumur lebih 90 tahun. Ijazah
tersebut menulis dengan tegas peran dan fungsi seorang guru. Hal ini
menjelsakan bahwa Guru profesional secara otomatis akan mampu mengembangkan
kompetensi sosialnya. Salah satu indikator kompetensi sosial guru adalah
kemampuan guru dalam menunjukkan kedudukan dan perannya di masyarakat, baik
dengan ketokohannya, hubungannyan dengan setiap level strata sosial yang ada di
masyarakat serta produktivitasnya sebagai masyarakat intelektual.
Telaah
ijazah tarekat Naqsyabandiyah ini, mengkaji, menelaah setiap kata dalam ijazah
tersebut untuk melihat kekuatan dan peranan kompleks seorang guru yang
dipanggil “Syeikh” oleh murid-muridnya dan masyarakat. Penelitian ini dilakukan beberapa waktu
terdahulu sebagai sebuah persyaratan mutlak menyelesaikan sekolah lanjutan. Saat ini, penulis ingin membagi buah karya
sederhana ini untuk pengobat rindu, pengingat sekaligus menyimpan untuk masa dan waktu yang akan datang.
SISTEM TRANSITIVITAS DALAM
NASKAH IJAZAH
AL-NAQSYABANDIYAH
Isma
Darma Yanti
0821215009
PROGRAM
STUDI LINGUISTIK
PROGRAM
PASCASARJANA
FAKULTAS
ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS
ANDALAS
2014
Trancitivity
System in Ijazah al-Naqsyabandiyah Script
By:
Isma
Darma Yanti
(Main
Supervisor: Dr. Sawirman,
M.Hum)
Associate
Supervisor: Dr. Fajri Usman, M.Hum)
E-Mail:
ismaunand@gmail.com
ABSTRACT
Ijazah al-
Naqsyabandiyah script is a realization of linguistic experience from the
language (trancitivity). Trancitivity user which is consist of three elements,
they are the processes, participants, and circumstance is a functional text in the social context (Halliday, 1994;
Saragih, 2002). Thus, this study was conducted to determine the type of
transitivity, context of the situation, and the relationships of transitivity
systems and the context of situation in Ijazah al - Naqsyabandiyah script .
The
data of research is verba in Ijazah al-Naqsyabandiyah script. This research is
divided into three steps, collecting of data, analysis of data, and presenting
the resulf of analisys. The data are colleting by obsevational method with tap
technique as basic technique. In analyzing the data by translational method;
referential method; and distributional method. The result of the analysis then
is presented by using formal and informal method.
Based
of the result of the analysis: first, the type of
transitivity processes contained in the Ijazah al - Naqsyabandiyah script based
on its predominantly appearance are, material process, mental process,
relational process, verbal process, existential process, and behaviuoral process. Second, the
context of the situation which is reflected in the Ijazah al-Naqsyabandiyah
script covers three domains; they are analysis of the field or the contents
include, (1) arena/surau activities;interaction(+) institutionalized; (2) the
participants involved have the traits of a mosque sheikh congregation (tarekat) (3) semantic domains (+)
specialization; Participant analysis consists of: (1) involvement of
participants (+) formal, (2) the status of inter- participants are not same,
(3) affective (+) interpersonal and (+) ideational, (4) contact between
participants (+) are often; Mode analysis consists of: (1) interaction (+)
planned, (2) distance (+) range of time/ time; language serves as a reflection;
the involvement of languages is on the (+) semantic distance; (3) written
text with letters realization unit. Third, the system of transitivity
and context of the situation are connected by construal semiotic relations. Thus, from results of the analysis that there are six
the type of transitivity processes and Ijazah al - Naqsyabandiyah script is a functional text in the social
context.
Keywords:
Transitivity; The context of the situation; Script; al-Naqsyabandiyah.
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Teks adalah unit bahasa yang fungsional di dalam konteks sosial (Halliday
(1994; Saragih, 2002:3). Makna teks dapat dianalisis antara lain dengan
menggunakan teori Linguistik Fungsional
Sistemik (untuk seterusnya disingkat LFS). Dalam perspektif LFS, bahasa adalah
sistem arti dan sistem lain (yakni sistem bentuk dan ekspresi) untuk
merealisasikan arti tersebut (Saragih, 2002:1). Kajian LFS berdasarkan pada dua
konsep yang membedakannya dengan aliran linguistik lain, yaitu (a) bahasa
merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial dan (b) bahasa
merupakan teks yang berkonstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan
konteks sosial (Saragih, 2002:1).
Konteks sosial mengacu kepada segala sesuatu
di luar yang ditulis atau terucap yang mendampingi bahasa atau teks dalam
peristiwa pemakaian bahasa atau interaksi sosial. Konteks sosial terbagi ke dalam
tiga kategori, yaitu konteks situasi, konteks budaya (disebut juga genre),
dan konteks ideologi (Martin, 1992 dalam Saragih (2002:5).
Seorang pemakai bahasa merealisasikan
pengalamannya (pengalaman bukan linguistik) menjadi pengalaman linguistik. Realisasi
pengalaman linguistik bahasa tersebut disebut dengan transitivitas.
Transitivitas terdiri atas tiga unsur, yaitu proses (process),
partisipan (participant) dan sirkumstan (circumstance) (Halliday,
1994). Proses merujuk
kepada aktivitas yang terjadi dalam klausa yang dalam tata bahasa tradisional
dan formal disebut verba. Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat di
dalam proses tersebut. Sirkumstan merupakan lingkungan tempat proses yang
melibatkan partisipan terjadi. Inti
pengalaman adalah proses. Hal itu disebabkan karena proses menentukan jumlah
dan kategori partisipan (Halliday, 1994:168-172; Martin, 1992:10).
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah merupakan realisasi
pengalaman linguistik pemakai bahasa. Selain itu, Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah adalah salah satu peninggalan budaya masyarakat Minangkabau
yang menyimpan banyak informasi.
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah belum pernah
diteliti berdasarkan kajian Filologi dan kajian Linguistik. Sehingga, informasi
yang tersimpan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah belum diketahui banyak
orang. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah dengan menggunakan pendekatan LFS. Dengan menggunakan
pendekatan LFS penulis akan menelaah sistem transitivitas dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah, sehingga dapat menemukan fungsi Ideasional bahasa atau arti
teks yang terdapat dalam naskah tersebut.
II. Rumusan Masalah
Penelitian
Rancangan
penelitian ini dirinci menjadi tiga masalah pokok yang dirumuskan sebagai
berikut.
1) Apa
saja tipe proses transitivitas yang terdapat dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak?
2) Bagaimana
konteks situasi terefleksi dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang terdapat
di Surau Simpang Mato Katiak?
3) Bagaimana
hubungan antara sistem transitivitas dan konteks sosial dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak?
III. Tujuan Penelitian
Tujuan
dilakukan penelitian ini secara umum adalah untuk mengkaji fungsi ideasional yang
terdapat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah dengan menggunakan teori LFS.
Secara khusus, tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1) mendeskripsikan
tipe proses transitivitas yang terdapat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak;
2) menjelaskan
konteks situasi yang terefleksi dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang
terdapat di Surau Simpang Mato Katiak; dan
3) menganalisis
hubungan sistem transitivitas dan konteks situasi dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah di Surau
Simpang Mato Katiak.
IV. Manfaat penelitian
Secara teoritis, penelitian ini tentunya bermanfaat untuk mengetahui
penggunaan bahasa pada masa lampau, tepatnya bahasa yang terdapat di dalam
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Dengan demikian, penelitian ini bermanfaat
untuk meningkatkan pemahaman mengenai penggunaan bahasa di masa lampau, khususnya
tentang transitivitas dan konteks situasi yang terdapat di dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah. Secara rinci, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)
Peneliti dapat memperoleh gambaran umum tentang sistem transitivitas dan
konteks situasi yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
2)
Peneliti dapat mengetahui tipe-tipe proses transitivitas yang terdapat di
dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
3)
Peneliti dapat mengetahui konteks situasi yang terefleksi di dalam Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah.
4)
Peneliti dapat mengetahui hubungan antara sistem transitivitas dan
konteks situasi yang terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
5)
Hasil kajian ini dapat dijadikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya
bidang linguistik, yakni tentang sistem transitifitas dan konteks situasi.
6) Hasil penelitian dapat dijadikan informasi bagi
peneliti berikutnya, baik dari bidang linguistik maupun bidang lainnya.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.
1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif mencari
respon subyektif individual. Hasil penelitian dari metodologi penelitian
kualitatif selalu terbuka untuk persoalan baru.
2.2
Data dan Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini adalah satuan
kebahasaan atau satuan lingual di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang
terdapat di Surau Simpang Mato Katiak. Dalam hal ini data penelitian adalah
verba dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Selanjutnya, sumber data
penelitian ini adalah sebuah naskah.
2.3
Metode dan Teknik Penelitian
2.3.1
Tahap Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah metode simak
(Sudaryanto, 1993:133). Teknik dasar penelitian
ini adalah teknik sadap, yaitu menyadap penggunaan bahasa yang terdapat dalam Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah. Sementara itu, teknik lanjutannya adalah teknik Simak
Bebas Libat Cakap (SBLC) dan teknik catat.
2.3.2
Tahap Analisis Data
Pada tahap analisis data, peneliti menggunakan
metode padan dan metode agih.
2.3.2.1 Metode Padan
Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial
dan metode padan translational. Teknik dasarnya adalah teknik Pilah Unsur
Penentu (PUP). Teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding membedakan dan teknik
hubung banding menyamakan hal pokok.
2.3.2.2 Metode Agih
Metode
agih adalah metode yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang
diteliti. Teknik metode agih terdiri atas teknik dasar dan teknik lanjutan yang
digunakan untuk menguji keabsahan data.
Teknik dasar metode agih adalah
teknik Bagi Unsur Langsung (BUL) dan teknik lanjutan dari metode agih adalah teknik
per-luas dan teknik ubah ujud.
2.3.3 Tahap Penyajian
Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dengan metode formal
dan informal.
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Tipe Proses
Transitivitas dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
Merujuk kepada pembagian proses oleh Halliday
(1994:107) dan Martin (1992:102) di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
ditemukan keenam jenis proses, yakni tiga proses utama (primary process),
yang terdiri atas proses material, proses mental, dan proses relasional, dan
tiga proses pelengkap (secondary process) yang terdiri atas proses
perilaku (behaviuoral), proses verbal, dan proses wujud (existential).
Proses-proses tersebut diuraikan berdasarkan jumlah kemunculan di dalam
data sebagai berikut.
3.1.1 Proses Material
Proses
material adalah aktivitas atau kegiatan yang menyangkut fisik dan nyata
dilakukan oleh pelakunya sehingga dapat diamati oleh indera. Di dalam proses
material muncul dua partisipan, yaitu aktor (actor) dan gol (goal).
Aktor biasanya menunjukkan subjek dan gol menunjukan objek. Contoh Proses
material yang ditemukan dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah sebagai
berikut.
Data nomor 7
بهوا سا ي تله همب بر ي خليفت تو ا جو ه دا ن ا خا زة ا
كلا ن سؤ ر غ سو
در ا كو
//bahwasanya telah hamba beri khalifah tawajuh dan ijazah akan
seorang saudara aku//
Pada data nomor 7 di atas beri adalah proses.
Proses beri mengikat tiga partisipan, yakni aktor yang ditunjukan oleh
entitas hamba; gol yang ditunjukan oleh entitas tawajuh; dan
resipien yang ditunjukan oleh entitas akan (kepada) seorang saudara
aku. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data nomor 7 merupakan
pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses material, yakni beri dan
proses tersebut melibatkan tiga partisipan, yakni hamba, tawajuh,
dan resipien.
3.1.2 Proses Mental
Proses
mental menunjukan kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indera, kognisi yang
terjadi di dalam diri manusia. Proses mental terjadi di dalam diri manusia dan
mengenai mental kehidupan. Dalam proses mental terdapat dua partisipan yang pertama
dilabeli pengindra (senser) menunjuk kepada pelaku dan kedua
dilabeli fenomenon (phenomenon). Proses mental yang ditemukan dalam Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut.
Data nomor 13
يغ ا كن د كر ضا ئي ا الله تعا لى
|
φ
|
//[kaciak]
akan dikeredhai Allah Ta’ala//
Dalam
data nomor 13 dikeredhai adalah proses yang menyangkut indera, kognisi,
kejiwaan, atau persepsi, [kaciak] dan Allah Ta’ala adalah
partisipan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data nomor 13 merupakan
klausa pengalaman yang menyatakan proses mental, yakni dikeredhai dan
proses mental tersebut mengikat dua partisipan, yakni [kaciak] yang
dilabeli fenomenon dan Allah Ta’ala yang dilabeli pengindra.
3.1.3 Proses Relasional
Proses
relasional berfungsi untuk menghubungkan antara satu entitas dengan entitas
yang lain. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan intensif, sirkumstan, atau
kepemilikan. Hubungan intensif menunjukkan hubungan satu entitas dengan entitas
lain. Hubungan sirkumstan menunjukan hubungan satu entitas dengan lingkungan
yang terdiri atas lokasi (waktu, tempat, dan urut), sifat, peran atau fungsi,
sertaan, dan sudut pandang. Hubungan kepemilikan menunjukan kepunyaan. Mode
identifikasi menunjukan bahwa satu maujud merupakan identifikasi dari maujud
lain yang secara semantik ‘a (adalah) identitas b’. Mode memiliki suatu sifat,
kualitas, atau atribut dengan makna semantik ‘a memiliki atribut b’ (Saragih,
2002:31).
Partisipan
dalam proses relasional identifikasi dilabeli tanda (token) dan nilai (value).
Tanda merupakan label partisipan yang diidentifikasi dan nilai menjadi label
entitas lain yang mengidentifikasi tanda. Dalam proses relasional atribut
partisipan dilabeli penyandang (carrier) digunakan untuk partisipan yang
memilik atribut atau sifat dan atribut (attribute) digunakan untuk
melabeli entitas atau sifat yang mengacu kepada penyandang. Dalam proses
relasional kepemilikan partisipan dilabeli pemilik (possessor) untuk
entitas yang memiliki dan milik (possessed) untuk entitas yang dimiliki
pemilik. Proses Relasional yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.
3.1.3.1
Proses relasional identifikasi
Proses
relasional identifikasi yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.
Data nomor 9
نم ي كلا جي ء
//namanya (adalah)
kaciak//
Pada data nomor 9 (adalah) merupakan proses yang berfungsi sebagai
pengidentifikasi, namanya dan kaciak adalah partisipan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa data nomor 9 merupakan klausa
pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses relasional identifikasi, yakni (adalah)
dan proses tersebut mengikat dua partisipan, yakni namanya yang dilabeli
tanda dan kaciak yang dilabeli nilai.
3.1.3.2
Proses
relasional atribut
Proses relasional atribut yang ditemukan di dalam
data adalah sebagai berikut.
Data nomor 6
يخ فقير ا لى ا لله تعا لى
|
φ
|
//[hamba] yang
faqir Alallahi Ta’ala//
Pada data nomor 6 yang merupakan proses, [hamba] dan faqir
ilallahi ta’ala adalah partisipan. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa data nomor 6 merupakan klausa pengalaman yang menyatakan bahwa
satu proses relasional atribut, yakni yang dan proses tersebut mengikat
dua partisipan, yakni [hamba] yang dilabeli penyandang dan faqir
ilallahi ta’ala yang dilabeli atribut.
3.1.3.3
Proses relasional
kepemilikan
Proses
relasional kepemilikan yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.
Data nomor 28
اوله
عقل سكل مر يك يغ بر عقل
//oleh akal segala yang berakal
//
Dalam data nomor 28 segala merupakan proses, akal dan mereka
yang berakal adalah partisipan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data
nomor 28 merupakan klausa pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses
relasional kepemilikan, yakni segala dan proses tersebut mengikat dua
partisipan, yakni partisipan yang dilabeli milik ditunjukan oleh entitas akal
dan partisipan yang dilabeli pemilik yang ditunjukan oleh entitas mereka
yang berakal.
3.1.4 Proses Verbal
Proses verbal
berada antara proses mental dan proses relasional. Implikasinya, proses verbal
sebahagian memiliki ciri proses mental dan sebahagian lagi memiliki ciri proses
relasional. Secara semantik, proses verbal menunjukan kegiatan atau aktivitas
yang menyangkut informasi. Partisipan dalam proses ada empat, yakni penyampai (sayer),
penerima (receiver), perkataan (verbiage), dan sasaran (target).
Penyampai adalah partisipan utama yang melakukan proses verbal. Penerima
adalah orang atau benda yang kepadanya ucapan atau informasi ditujukan. Perkataan
adalah apa yang dikatakan atau disampaikan dalam proses verbal. Sasaran adalah
entitas yang menjadi target proses verbal. Proses verbal yang ditemukan dalam
data adalah sebagai berikut.
Data nomor 5
ا د فو ن كمد ين در فد ايت مك بر كلا تله سؤ ر
غ همب
//
adapun kemudian dari pada itu, maka berkatalah seorang hamba//
Pada data nomor
5 berkatalah adalah proses, seorang hamba adalah partisipan, adapun
kemudian dari pada itu adalah sirkumstan. Hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa data nomor 5 merupakan klausa berupa pengalaman yang menyatakan proses
verbal, yakni berkatalah dan proses verbal tersebut mengikat satu
partisipan yakni seorang hamba yang dilabeli penyampai. Lebih lanjut,
proses tersebut terjadi dalam sirkumstan berupa lingkup waktu:kapan adapun
kemudian dari pada itu.
3.1.5 Proses Wujud
(Existential)
Proses Wujud (axistential)
menunjukan keberadaan satu entitas. Secara semantik proses wujud terjadi antara
proses material dan proses relasional. Partisipan yang terlibat di dalam proses
wujud disebut maujud (existent). Proses wujud yang ditemukan di dalam
data adalah sebagai berikut.
Data nomor 1
بسم ا لله ا رهمن ارهيم
//Dengan menyebut nama Allah
yang maha pengasih penyayang//
3.1.6 Proses Tingkah Laku
Halliday dalam
Eggins (1994) menjelaskan bahwa proses tingkah laku (behaviuoral)
merupakan aktivitas atau kegiatan fisiologis yang menyatakan tingkah laku fisik
manusia. Secara semantik, kategori proses tingkah laku terletak pada proses
material dan proses mental. Secara sintaksis, partisipan dalam klausa tingkah
laku disebut petingkah laku (behaver). Proses tingkah laku yang
ditemukan dalam data adalah sebagai berikut:
Data
nomor 20
دان تمفت تر بت سكل رهسي شيخ سكلا لين شيخ
//dan tempat terbit
segala rahasia syeikh sekalian syeikh//
Pada
data nomor 20 terbit adalah proses, segala rahasia adalah
partisipan, dan tempat dan syeikh sekalian syeikh adalah
sirkumstan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa data nomor 20
merupakan klausa berupa pengalaman yang menyatakan proses tingkah laku, yakni terbit
dan proses tingkah laku tersebut mengikat satu partisipan, yakni segala
rahasia dilabeli petingkah laku. Lebih lanjut, proses tingkah laku tersebut
terjadi dalam sirkumstan berupa lingkup tempat: lokasi yang ditunjukan oleh
entitas tempat dan sirkumstan berupa lingkup peran yang ditunjukan oleh
entitas syeikh sekalian syeikh.
Jumlah
kemunculan masing-masing proses di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah didasarkan
kepada hasil analisis dijabarkan dalam tabel berikut.
Persentase Kemunculan Tipe Proses
Transitivitas dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah
No
|
Tipe Proses
Transitivitas
|
Persentase kemunculan
|
1.
|
Proses Material
|
32,85 %
|
2.
|
Proses Mental
|
18,57 %
|
3.
|
Proses Relasional
|
18,7 %
|
4.
|
Proses Verbal
|
11,42 %
|
5.
|
Proses Wujud
|
4,28 %
|
6.
|
Proses Tingkah laku
|
2,86 %
|
Tabel
di atas dapat dibaca bahwa proses yang dominan adalah proses material dengan
32,85%, selanjutnya proses mental sebesar 18,57 %, diikuti proses relasional
18,7 %, berikutnya proses verbal sebesar 11,42 %, kemudian proses wujud sebesar 4,28 %, dan terakhir proses tingkah
laku sebesar 2,86 %. Berdasarkan perhitungan kemunculan proses tersebut
diketahui bahwa proses yang dominan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
adalah proses material, yakni sebesar 32,85%. Implikasinya, menunjukan apa saja
perbuatan yang harus dilakukan oleh pengikut ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah
di Matur Hilir dan dimana saja berada. Aktivitas material tersebut berkaitan
dengan kegiatan memperbaiki moral, aqidah, dan beribadah kepada Allah untuk mendapatkan
faidh dan berkat Allah Swt. Syeikh Muhammad Adam tidak menjanjikan keberkahan
hidup, tetapi mengajak semua pengikut ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah berbuat
dan bertingkah laku yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah
Rasululullah Saw karena dengan berpegang teguh kepada “tali’ Allah keberkahan
tersebut didapatkan. Lebih lanjut, Syeikh Muhammad Adam menyatakan bahwa ia
memberikan ijazah khalifah tawajuh kepada Kaciak Imam Basar Diradjo berfungsi
sebagai penegas kesamaan hak serta kewajiban Kaciak Imam Basar Diradjo dengan
dirinya. “hamba beri ijazah akan dia.....dan hamba jadikan
tangannya seperti tangan hamba dan [jadikan] qabulnya seperti qabul
hamba..” merupakan contoh pemilihan verba proses material yang terdapat di
dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang menunjukan penegasan kesamaan hak
dan wewenang tersebut.
Persentase
kemunculan proses tersebut juga dapat dibaca bahwa hakikat ajaran Tarekat
al-Naqsyabandiyah adalah ajaran Allah Swt yang terdapat di dalam al-Qur’an dan
Sunnah Rasululllah Saw. Implikasinya, ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah adalah
ajaran tarekat tarekat Nabi Muhammad Saw dan para tabi’in.
3.2
Konteks Situasi yang Terefleksi
dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah
Analisis
konteks situasi yang terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
terdiri atas tiga ranah (domain), yaitu bidang atau isi (field), pelibat
(participant /tenor), dan cara (mode). Analisis ketiga
ranah tersebut dijabarkan satu persatu berikut ini.
3.2.2 Bidang
atau Isi
Dalam
analisis bidang atau isi ada tiga hal penting yang ditelaah, yaitu arena/kegiatan, ciri partisipan atau pelibat,
dan ranah semantik. Uraian bidang atau isi adalah sebagai berikut.
a. Arena/kegiatan
Arena/kegiatan
mengacu kepada lokasi interaksi yang secara khusus menggambarkan ciri kegiatan
atau ciri institusi yang menetapkannya. Lokasi interaksi yang terjadi dalam
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah di Surau. Hal tersebut diketahui dari
data nomor 67 yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
تر
مكتو ب د سو ر و با رو فلمبا ين
//Termaktub di Surau
Baru Palembayan// (data nomor 67).
Berdasarkan kutipan data di
atas diketahui bahwa aktivitas atau kegiatan yang terjadi di dalam Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) terinstitusi. Implikasinya kegiatan atau
aktivitas yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah ditentukan
oleh (aturan) yang terdapat di dalam Surau Tarekat al-Naqsyabandiyah, yang mana
aturan tersebut mencirikan arena/kegiatan Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
b. Ciri
Pelibat
Ciri
pelibat dalam kaitan unsur isi menunjukan ciri fisik dan mental dan pengetahuan
pelibat dalam aktivitas bahasa. Ciri pelibat dapat mencakup ras, kelamin, kelas
sosial, kekayaan, umur, penampilan, kecerdasan, tingkat pendidikan, pekerjaan
dan pengetahuan. Semua unsur ini berpengaruh di dalam tampilan bahasa atau teks
pemakai bahasa (Saragih, 2002:194).
Pelibat
di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah merujuk kepada Syeikh Muhammad Adam. Di
dalam data ditemukan bahwa Syeikh Muhammad Adam adalah pemimpin surau tarekat,
yakni Surau Baru Palembayan seperti terlihat pada kutipan teks berikut.
اينله
وصيت همب شيغ محمد اد م ا لخا لدى ا لنقشبندية فلمبا ين
//...inilah
washiat hamba Syeikh Muhammad Adam al-Khalidi al-Naqsyabandiyah Palembayan...//
(data nomor 61 dan 62)
تر مكتو ب د سو ر و با رو فلمبا ين
//termaktub di Surau Baru Palembayan//
(data nomor 62)
Ciri
pelibat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah merujuk kepada sistem
kepemimpinan di dalam Surau Tarekat al-Naqsyabandiyah. Di dalam sebuah surau tarekat
posisi tertinggi adalah Syeikh; kemudian wakil syeikh yang biasanya adalah anak
atau menantunya disebut khalifah; selanjutnya guru-guru baik mereka yang
merupakan murid-murid sangat senior ataupun mereka yang diundang mengajar di
surau tersebut sesuai dengan kompetensi dan pengalaman mereka. Syeikh
bertanggung jawab atas pengajaran seluruh murid di surau yang dipimpinnya.
Tetapi, ia fokus mengajar murid-murid yang lebih tinggi atau lebih senior.
Sedangkan murid-murid junior dibimbing oleh guru-guru. Masing-masing guru
mempunyai kelompok murid sendiri-sendiri di bawah pengasuhannnya.
c. Ranah Semantik
Ranah
semantik merujuk kepada isi atau pokok masalah yang terdapat di dalam Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah. Ranah semantik Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah
kontinum (+) spesialisasi. Dengan demikian, persoalan dan isi Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
adalah topik yang hanya dapat diikuti oleh orang-orang yang menganut ajaran
Tarekat al-Naqsyabandiyah. Topik yang tersebut tidak dapat diikuti dan dipahami
oleh semua orang.
3.2.3 Pelibat (Partisipant/Tenor)
Analisis
tenor of discourse merujuk kepada hakikat relasi antar partisipan. Analisis
partisipan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah mencakup empat hal, pertama,
formalitas; kedua, status sosial; ketiga, afeksi; dan keempat,
kontak. Analisis pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah
sebagai berikut.
a. Formalitas
Formalitas
adalah tata cara keterlibatan partisipan di dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah. Keterlibatan partisipan tersebut di dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) formal. Setiap tindakan atau
aktivitas yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah di dasarkan
kepada ajaran yang digariskan oleh Imam al-Rabbani Ahmad al-Faruq al-Sirhindi,
yaitu berdasarkan kepada Sunnah Rasulullah (Mazhab ahlus sunnah wal jama’ah)
dan Al-Qur’an.
b.
Status
Status
mengacu kepada pemakaian bahasa di dalam aktivitas. Status memberikan peran
kepada seseorang. Status partisipan/pelibat di dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah tidak sama. Perbedaan status diisyaratkan oleh entitas do’a
silsilah yang menjadi amalan wajib penganut Tarekat al-Naqsyabandiyah. Do’a
silsilah adalah serangkaian do’a yang dipanjatkan pengikut Tarekat
al-Naqsyabandiyah pada saat berdo’a memohon sesuatu kepada Allah. Rangkaian
do’a tersebut harus menyebut nama-nama guru yang telah mengajarkan ilmu agama
atau ilmu tarekat. Do’a silsilah dilakukan pada saat melakukan rabithah
mursyid dan tawajuh.
c. Afeksi
Di
dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah hubungan antar pelibat dapat dilihat dari
kutipan teks berikut.
بهوا سا ي تله همب بر ي خليفت تو ا جو ه دا ن ا خا زة ا كلا ن
سؤ ر غ سو در ا كو
//bahwasanya telah
hamba beri khalifah tawajuh dan ijazah akan seorang saudaraku// (data
nomor 7)
Berdasarkan
kutipan teks di atas diketahui bahwa pemakaian bahasa di dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) interpersonal dan kontinum (+)
ideational. Dengan interaksi (+) interpersonal berarti pelibat dalam
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah terlibat
dalam interaksi penuh kesukaan, yang sebagian besar melibatkan unsur emosi.
Interaksi (+) interpersonal di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
ditunjukan oleh entitas saudaraku yang menggambarkan interaksi terjadi
penuh kesukaan. Sementara itu, dengan interaksi (+) ideational berarti interaksi
pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah menggambarkan interaksi antara
dua orang pelibat yang sama-sama pakar atau ahli mengenai Tarekat
al-Naqsyabandiyah. Interaksi (+) ideational tersebut digambarkan oleh
entitas tangannya seperti tangan
hamba, qabulnya seperti qabul hamba yang terdapat di dalam kutipan
data nomor 23 dan nomor 23 berikut.
دان همب
جد يكن تاغني سفر ت تا غن همب
//dan hamba
jadikan tangannya seperti tangan hamba// (data nomor 23)
دان
قبو لي سفر ت قبو ل همب
//dan
qabulnya seperti qabul hamba// (data nomor 24)
Entitas
tanganya seperti tangan tangan hamba, qabulnya seperti qabul hamba
di dalam data di atas dapat dianalogikan dengan dia adalah saya. Dua
adalah satu. Hal tersebut menginsyaratkan bahwa dua orang pelibat dalam Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah tersebut memiliki keahlian yang sama.
d. Kontak
Di
dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah hubungan antara pelibat dalam interaksi
berada pada kontinum (+) sering. Dengan interaksi (+) sering antar
pelibat maka Interaksi (+) interpersonal dan interaksi (+) ideational
antara dua pelibat tersebut terjadi. Keseringan bertemu dan beraktivitas
bersama menumbuhkan rasa persaudaraan yang tinggi. Hal tersebut terkenal dengan
istilah sufi brotherhood, yaitu sebuah istilah persudaraan yang populer
dikalangan pengikut tarekat.
3.2.4 Cara
(Mode)
Uraian
cara yang terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah sebagai
berikut.
a. Keterencanaan (Planning)
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah terwujud
melalui sebuah persiapan. Teks tidak terwujud secara spontan. Syeikh Muhammad
Adam melakukan persiapan yang matang sebelum menulis Ijazah al-Naqsyabandiyah
tersebut. Hal ini terlihat dari pemilihan-pemilihan kata yang di dalam kata
tersebut terangkum ciri dari Tarekat al-Naqsyabandiyah, seperti penggunaan entitas
Imam al-Rabbani Ahmad al-Faruq al-Sirhindi dan Mazhab Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
b. Jarak (feedback)
Jarak
antar pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah diukur dengan
menggunakan umpan balik. Di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah interaksi yang
tercipta adalah interaksi satu arah sehingga umpan balik tidak dilakukan
secara langsung oleh pelibat lainnya. Hal ini mengimplikasikan bahwa jarak terefleksi
dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) jarak
waktu/tempat dan bahasa di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
berperan sebagai refleksi. Oleh karena itu, keterbabitan bahasa dalam
data berada pada kontinum (+) jarak semantik, yang berarti antara teks
dan aktivitas yang dilakukan terdapat jarak.
a.
Medium atau Saluran
Medium atau
saluran menunjukan sarana yang merealisasikan bahasa (Saragih, 2002:198). Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah menggunakan medium tulisan yang dikodekan oleh
goresan, garis, dan huruf pada kertas. Unit realisasi bahasa dalam data adalah
huruf.
3.3 Hubungan
Antara Sistem Transitivitas dengan Konteks Situasi yang Terefleksi di dalam
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
Trasitivitas
adalah realisasi pengalaman linguistik pemakai bahasa yang terlihat melalui
analisis sistem transivitas. Konteks situasi adalah keseluruhan yang harus
dipahami untuk dapat menginterpretasikan makna yang terkandung dalam suatu teks yang meliputi bidang atau isi
(field), pelibat (parcipant), dan cara (mode). Sistem
transitivitas dan konteks situasi dihubungkan oleh hubungan konstrual
semiotik yang berarti konteks dan teks saling menentukan; konteks
menentukan teks dan teks pada gilirannya merujuk konteks.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
sistem transivitas di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah di simpulkan beberapa
hal sebagai berikut.
1) Tipe proses transitivitas yang
terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berdasarkan kemunculannya
secara dominan adalah, proses material, proses mental, proses relasional,
proses verbal, proses wujud (existential), proses tingkah laku (behaviuoral).
2) Konteks situasi di dalam
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah meliputi bidang atau isi (field), pelibat
(tenor), dan cara (mode).
a. Bidang atau isi terdiri atas arena/kegiatan, ciri
pelibat, dan ranah semantik. Arena/kegiatan adalah surau Tarekat
al-Naqsyabandiyah dan aktivitas yang terjadi adalah (+) terinstitusi. Ciri
pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah dapat diilustrasikan
sebagai berikut; seorang syeikh menduduki posisi tertinggi di sebuah surau dan
bertanggung jawab atas pengajaran seluruh murid di surau yang dipimpinnya. Ia
sendiri telah melalui disiplin yang telah ditentukan oleh seorang pengarah spiritual,
yang otoritasnya dapat dilacak sampai kepada pendiri tarekat. Seorang syeikh
juga terlibat dalam kegiatan pertanian, perdagangan yang ada di daerah-daerah
sekitarnya. Implikasinya, seorang syeikh juga dijuluki sebagai pelindung petani
dan pedagang. Ranah semantik di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
adalah (+) spesialisasi.
b. Analisis Pelibat
(participant) di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah terdiri atas
analisis formalitas, status sosial, afeksi, dan kontak. Berdasarkan analisis pelibat
di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah diketahui bahwa formalitas adalah (+) formal;
pelibat yang terlibat dalam aktivitas memiliki status yang tidak sama; afeksi
berada pada kontinum (+) interpersonal dan (+) ideational; kontak
adalah (+) sering.
3) Cara (mode) terdiri
atas unsur keterencanaan, jarak, medium atau saluran. Aktivitas di dalam Naskah
Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) terencana.
Keterencanaan aktivitas mengimplikasikan respon tidak langsung, sehingga jarak
terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) jarak
waktu/ tempat dan (+) jarak semantik yang artinya antara teks dan
aktivitas yang dilakukan terdapat jarak. Medium yang digunakan di dalam Naskah
Ijazah al-Naqsybandiyah adalah tulisan dan unit realisasi bahasa adalah huruf.
4) Hubungan Sistem
transitivitas dan konteks situasi adalah hubungan konstrual. Artinya sistem
transitivitas merujuk konteks situasi dan konteks situasi menentukan sistem
transitivitas.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Abu Umar,
Imron. 1980. Di Sekitar Masalah Tariqat (Naqsyabandiyah). Kudus: Menara.
Abu Bakar,
Anwar (Translator). 2010. At- Tanzil; Al-Qur’an dan Terjemahannya Juz I s/d
30. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Asy’ari, Hasyim. 2006. Qanun Asasi:
Risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Jember: Darul Sholeh.
Azra, Azyumardi. 2003. Surau Pendidikan Islam Tradisionalis dan
Modernisasi. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Azra, Azyumardi. 2003. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Baried, Baroroh. dkk.1985. Pengantar Filologi. Jakarta: Balai
Pustaka.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif:
Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Brown, Gillian. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Bruinessen, Van Martin. 1992. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Corbin,
Hendry. 1977. Spiritual Body and Celestial Earth, From Mazden Iran to
Shi’ete Iran. Translated from Frech by Nancy Pearson Princeton. New Jersey:
Princeton University Press.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djajasudarma,
T.F. dkk. 1997. Nilai Budaya dalam Ungkapan Bahasa Sunda. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Eggins,
S. 1994. An Introduction to Systemic Fungsional Linguistic. London:
Pinter.
Faturrhman,
Oman. 2010. Filologi dan Islam di
Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang
Lektur Keagamaan.
Gazabla,
Sidi. 1983. Masjid Pusat Ibadah dan
Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara.
Halliday,
M. A. K. 1978. Language as A Social Semiotics. London: Edward Arnold.
Halliday,
M. A. K. 1978. Languages as Social Semiotic: The Social Interpretation of
language and Meaning. London: Edward Arnold.
Halliday,
M. A. K. 1985. An Introduction to Fungtional Grammar. London: Edward
Arnold.
Halliday
dan R. Hasan. 1985. Context and Text: Aspects of Language in Social Semiotic
Perspectives. Geelong: Deakin University Press.
Halliday
dan R. Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotik Sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou. Yokyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Halliday,
M. A. K. 1994. An Intoduction to Fungtional Grammar. 2nd.ed. London:
Edward Arnold.
Halliday
dan Matthiessen, C. M. I. M. 2004. An Intoduction to Fungtional Grammar.
London: Edward Arnold.
Hanani,
Silfia. 2002. Surau, Aset Lokal yang
Tercecer. Bandung: Humaniora Utama Press.
Hadi al-Misri,
Abdul Muhammad. 1996. “Mahaj dan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”. Majalah
Salafy Edisi IX/Rabi’us Tsani/I/. Al-Islam
– Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.
Hossein
Nasr, Seyyed. 1981. Knowledge and The Sacred. Cambridge: Golgonoza
Press.
Ichwan,
Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang: Lubuk Raya.
Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana,
Harimurti. 2008. Kamus Linguistik.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat.
1984. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat.
2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Renika Cipta.
Latif,
Yudi, dan Idi Subandy Ibrahim. 1996. Bahasa
dan Kekuasaan. Bandung: Mizan.
Leckie
– Tarry. H. 1995. Language and Context: A Functional Linguistic Theory of
Register. London: Printer.
Lubis, Nabilah. 2001. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Yayasan
Media Alo Indonesia.
Martin, J. R. 1992. English Text.
System and Structure. Amsterdam: John Benjamins.
Mastoyo,
Jati Kusuma Tri. 2007. Pengantar (metode) Penelitian Bahasa. Yokyakarta:
Carasvatibooks.
Mulyana,
Deddy. 2001. Motodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Odgen
dan Richards. 1985. The Meaning of Meaning. London: ARK Paperbacks.
Palmer,
E. Richard. 2003. Hermeneutika Teori Baru
Mengenai Interpretasi. Yokyakarta: Pustaka Belajar.
Said,
Fuad.1994. Hakikat Tarekat Naqsyabandiyah.
Jakarta: Pustaka al-Husna.
Sausure,
F. D. 1959. Course in General Linguistik. New York: Philosophical
Library.
Saragih,
Amran. 2002. Bahasa Dalam Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik Fungsional
Sistemik Terhadap Tata Bahasa dan Wacana. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan.
Siradj,
Aqil. 2008. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah: Sebuah Kritik Historis. Jakarta:
Pustaka Cendikia.
Sumardjo
J. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB.
Sudaryanto.
1993. Metode dan Eneka Teknik Analisis
Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yokyakarta:
Duta Wacana University Press.
Solihin,
M. 2005. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. Jakarta: PT Raja
Grafindo.
http://mirza3m.
com/2012/02/08/. “Makna Bacaan Basmalah” Sufi/#/sthash.XLcWhtj.dpuf (14 Februari 2014).
Izinkan saya untuk menshare hal ini diblog saya.
BalasHapusTerimakasih banyak sebelumnya.