Senin, 20 Agustus 2018

TUGU PDRI BUKITTINGGI



Tugu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Bukittinggi ini dibangun pada tahun 1949. Pembangunan tugu ini diprakarsai oleh Buyuang Padang Dt. Sutan Marajo (Wawancara Drs. H. Syofyan Udni, Dt. Lelo Basa; 10 Agustus 2018). Pembangunan tugu ini dilakukan untuk mengingat dan menjadi tanda, bahwa Bukittinggi pernah berperan dengan sangat baik sebagai Ibu Kota Republik Indonesia, yakni pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia 1948-1949. 
Pada masa itu, perjuangan menjaga kedaulatan Indonesia berbuah manis dengan penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia pada 29 Desember 1949 setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag  23 Agustus - 2 November 1949. 
Tugu PDRI ini berada di Gantiang Kelurahan Manggih Gantiang Kecamatan Mandiangin Kota Selayan Kota Bukittinggi (di depan Hoki Store Manggih). Tidak banyak yang tahu keberdaan tugu ini atau tidak tahu jika tugu ini dibangun untuk mengingat perjuangan pemerintahan dalam menjaga kedaulatan Indonesia. 





Sekilas Tentang PDRI

Kekalahan Jepang perang dengan SEKUTU pada 1945 dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Segala keperluan untuk menyokong pemerintahan yang berdaulat dirancang oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Diantaranya, menetapkan Soekarno- Hatta sebagai presiden dan wakil presiden, pembentukan Komite Nasional Indonesia ( KNI ), dan Badan Keamanan Rakyat ( BKR ).
 Namun, walaupun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, SEKUTU (membonceng Belanda) bersikukuh untuk tetap menjajah Indonesia dengan dalih "Pemulihan Keamanan". Tindakan Belanda ini ditentang oleh masyarakat Indonesia. Penentangan ini berwujud perang dengan taktik gerilya dan perundingan - diplomasi. Puncaknya Belanda melakukan Agresi Militer Belanda ke II dan menaklukan Yokyakarta (Pusat pemerintahan) Indonesia. Pada peristiwa ini , Belanda menawan Soekarno-Hatta. 
Untuk tetap menjaga kedaulatan Indonesia, Soekarno mengeluarkan mandat agar Syafrudin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat dengan Bukittinggi sebagai Ibu Kota. Menindaklanjuti mandat ini, Syafrudin Prawiranegara, pukul 09.00 pagi tanggal 19 Desember 1948 bersama Tengku Mohammad Hasan melakukan perundingan (bertempat di Istana Bung Hatta sekarang). Perundingan dilanjutkan sore hari pukul 18.00 sore di rumah Dinas Gebernur Sumatera Teaunku Muhammad Hasan di Parak Kopi karna lokasi perundingan sebelumnya (Istana Bung Hatta) telah diintai pihak Belanda.
Perundingan pada tanggal 19 Desember 1948 berakhir dengan terbentuknya Pemerintah Darurat Militer Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Syafruddin Prawiranegara, dan wakil ketua Tengku Moh. Hasan. Pada tanggal 22 Desember 1948 jam 4.30 di Halaban Payakumbuh diumumkan terbentuknya PDRI lengkap dengan susunan kabinetnya. Dengan demikian roda pemerintahan tetap berjalan dan Indonesia tetap berdaulat.
Menyikapi ini, Belanda semakin gencar berupaya melumpuhkan dan menguasai berabagai sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh pihak Indonesia untuk melakuan perjuangan. Salah satunya, dengan mem-BOM Pemancar Radio (saat itu berada di gedung SMP 2 sekarang). Tindakan ini dilakukan Belanda untuk memblokir Indonesia, menutup informasi kondisi Indonesia dari dunia luar, memutus mata rantai antara pejuang di Bukittinggi dengan tokoh-tokoh Pejuang di luar Bukittinggi.
Hancurnya pemacar radio, tentunya akan membuat perjuangan akan terganggu. Para pejuang di Bukittinggi mengalami kesulitan menerima informsi dari luar maupun memberi informasi ke luar. Mensiasati kondisi ini, untuk mensuarakan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada, Indonesia masih berdaulat, pejuang di Bukittinggi menjadikan Rumah Dinas Gubernur Sumatera Tengku Moehammad Hasan di Parak Kopi ini sebagi tempat penyiaran. Dengan adanya penyiaran ini, dunia tahu kalau Indonesia masih ada, Indonesia Berdaulat. 
Penyiaran ini memberi dampak besar bagi Indonesia. Berawal dengan adanya perjanjian Roem - Royen (1949)- hingga Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda dari 23 Agustus - 2 November 1949. Pada KMB pihak yang hadir adalah pihak Indonesia (diwakili Hatta) - Pihak Belanda - BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg) yang mewakili beberapa negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia. Konfrensi ini berhasil membuka "mata dunia" bahwa Indonesia ADA, BERDAULAT dan berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan KEDAULTAN kepada Republik Indonesia Serikat. 


5 komentar:

  1. Apakah saat ini tugu pdri masih ada?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada sanak. di depan Hoki Store bukittinggi. jika kita dari arah payakumbuh, maka lokasinya sebelah kanan di depan mesjid sebelum simpang limau.

      Hapus
    2. Sayangnya tugu PDRI hampir tanpa perawatan yang semestinya. Perlu saya ralat bahwa tugu itu didirikan oleh Buyuang Padang dt Saidi Rajo.

      Hapus
  2. Tugu PDRI dibagun atas prakarsa Buyuang Padang datuak Saidi Rajo. Baliau urang awak bukikting juo sanak. Sayangnyo tugu tu kurang perawatan sanaksudaro.

    BalasHapus
  3. Sebagai info tambahan,tugu PDRI yg ada di depan hoky store ini status nya hanya ditumpangkan disana sementara lokasi seharus nya di belakang SMUN 5Bukittinggi kelurahan koto selayan,karena di kotoselayanlah Markas perjuangan PDRI sebelum bergerak menuju Halaban.mengapa bangunan itu berdiri di gantiang itu karena ketiadaaan jalan untuk membawa material dahulunya,

    BalasHapus