Selasa, 27 Februari 2018

SI JAPANG. "MISTERI" YANG TERUNGKAP

Dokumentasi Isma Darma Yanti

Keberadaan patuang "Si Japang" ini di Taman Panorama Lubang Japang menjadi penanda, bahwa Bangsa Jepang pernah menjajah bumi Minangkabau ini. Bangsa Jepang manguasai Indonesia (Hindia Belanda) setelah menang dari sekutu dalam perang Asia Pasifik pada 7 Desember 1941. 1 Maret 1942 Jepang resmi masuk ke Hindia Belanda (Indonesia) dengan menempatkan serdadu di tiga titik, yakni Jawa, Teluk Banten, Eretan Wetan. 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat. Peristiwa ini terkenal dengan Perjanjian Linggar Jati.

Untuk menguasi Indonesia secara keseluruhan, Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga komando, yakni Gun 16 untuk Pulau Jawa dan Madura pusatnya Batavia, Gun 25 untuk Sumatera dengan pusatnya Bukittinggi, Armada Selatan ke-2 di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Barat.

Sekilas sejarah masuknya Jepang ke Indonesia di atas, adalah pengantar kenapa di Bukittinggi persisnya Taman Panorama Lubang Japang ada patung "Si Japang". Lebih tepatnya lagi, patung "Si Japang" ini ada untuk menandai kekuasaan Bangsa Jepang di Bukittinggi. Salah satu peninggalannya adalah Lubang Japang yang saatn ini menjadi salah satu objek wisata sejarah di Kota Bukitinggi.

Sebuah prasasti juga mendampingi keberadaan patuang " Si Japang" ini. Bertanggal 12 Nopember 2004. Ditandatangani oleh Drs. H. Djufri selaku Walikota Bukittinggi. 

Dokumentasi Isma Darma Yanti

Dalam catatan " Memoar Siti Aminah" tertulis kenapa Jepang Begitu mengidolakan Sumatera Barat, khususnya Sumatera Barat Pedalaman adalah karena Jepang berkeinginan menjadikan Sumatera Barat pedalaman "Kediaman" yang pantas buat keluaga Tenno (Klan Kaisar di Jepang).  Pulau Sumatera dianggap paling baik menjadi pilihan kediaman keluarga Tenno dengan Sumber Laut dan alam yang kaya serta cuaca yang bagus dan jumlah penduduk yang masih sedikit dibandingkan Pulau Jawa.
Selain itu, kepercayaan masyarakat Minangkabau terhadap tambo yang menuliskan bahwa semenjak dahulu kala masyarakat Minangkabau sudah percaya bahwa Minangkabau punya hubungan khusus dengan pulau-pulau di Jepang. Dengan kepercayaan ini, Wakamatsu (Wakil Gubernur) yakin tidak akan ada konflik antara Jepang dengan Penduduk Minangkabau. Hal ini juga menjadi penyebab Jepang lebih mengistimewakan Sumatera Barat (Minangkabau) dibandingkan daerah jajahan lainnya di Indonesia (catatan sejarah ini baru terungkap setelah puluhan tahun setelah Indonesia merdeka).

Satu Fakta sejarah ini, membuktikan Sentralnya peran Bukittinggi dalam Sejarah bangsa ini. Pantaslah sangat, Bukittinggi dijuluki Kota Sejarah.

Ayo Liburan Ke Bukittinggi.




Sumber: 
Chaniago, Hasril; Salmyah Madjid Usman. 2017. Memoar Siti Aminah Madjid Usman – Hiroko Osada “ Kisah Hidup dan Perjuangan Seorang Putri Bangsawan Jepang Untuk Kemerdekaan Indonesia”.  Jakarta: Yayasan Pustakan Obor Indonesia.

MC.Ricklefs.1985. “A Historiografi of Modern Indonesia Since a.1.200 ab Satriono Wahono, dkk. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Nasution. 1988. Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: Angkasa.

Kamis, 08 Februari 2018

TRANSFORMASI JANJANG TUA KOTA BUKITTINGGI NAN MEMPESONA

Menyusul tulisan tentang Janjang Ampek Puluh, pada catatan singkat ini tertera sekilas tentang Janjang Wisata Kota Bukittinggi lainnya. Untuk Pembaca...Salam Hangat Pariwisata Kota Bukittinggi...**Isma Darma Yanti**

JANJANG INYIAK SYECH BANTAM

Janjang Inyiak Syech Bantam (Saat Malam cc. isma)

Janjang Inyiak Syech Bantam Kota Bukittinggi. Janjang ini dibangun pada 1908 M atas perintah Controleur Agam LC Westenenk. Sempat "populer" dengan sebutan "Janjang Seks", tentunya merusak stigma positif yang melekat pada Janjang ini dan secara tidak langsung tentunya juga merusak "Marwah" sebuah surau tua yang berada persis di samping janjang ini, Surau Inyiak Syech Bantam.

Surau Inyiak Syech Bantam c.c isma

Melewati hampir setiap waktu- minimal di saat ingin mempercepat perjalanan dari pasa banto-pasa ateh ataupun pasa ateh-pasa banto, selayaknya kita berfikir kenapa janjang ini memiliki nama Janjang Inyiak Syech Bantam? Adakah hubungan antara Janjang Inyiak Syech Bantam dan Surau Inyiak Syech Bantam? Siapakah sosok yang namanya begitu melekat di hati masyarakat  Kota Bukitttinggi?

Pembaca, 

Inyiak Syech Bantam adalah seorang pemuda cilegon, seorang pejuang kemerdekaan Cilegon yang bernama Muhammad Haris binMuzaffar. Sepak terjangnya melawan penjajahan Belanda di Tanah Cilegon membuatnya ditangkap dan dibuang oleh pemerintah Kolonial Belanda ke Ford De Kock (Bukittinggi)  pada 1988 M. Di Bukittinggi, M. Haris Bin Muzaffar melanjutkan perjuangannya melawan penjajah Belanda dalam bentuk lain, yaitu dengan dengan berdakwah mengajarkan Agama Islam kepada penduduk Bukittinggi. Aktivitas dakwah ini, membuanya diterima oleh penduduk Kota Bukittinggi dan memebrntuk suatu hubungan yang sangat harmonis dengan para pemuka adat. Hal ini terbukti dengan pemberian sebidang tanah adat yang digunakan untuk membangun sebuah surau sekaligus menjadi tempat tinggal bagi Inyiak Syech Bantam.


Di surau ini, beliau berjuang melawan penjajah Belanda dengan cara " Membangitkan semangat patriotik dan mencerdaskan umat". Pesan-pesan yang beliau sampaikan mampu membangitkan semangat penduduk untuk bangkit melawah kekejaman penjajah Belanda.

Kepopuleran Inyiak Syech Bantam, menghadirkan rasa sepakat bagi penduduk Bukittinggi masa itu untuk melekatkan nama beliau pada sebuah janjang yang berada persis di samping Surau Inyiak Syekh Bantam. Seumpama satu kesatuan, janjang dan surau ini berperan dalam menyatukan penduduk Bukittinggi dalam arah perjuangan yang sama, yakni kemerdekaan untuk Minangkabau.

Janjang Inyiak Syech Bantam Tampak Atas (arah Pasa Lereang Kota Bukittinggi) cc isma

Di penghujung tahun 2017, Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi merevitalisasi Janjang Inyiak Syech Bantam bersamaan dengan 10 Janjang Wisata Lainnya (Janjang Ampek Puluah, Janjang Gantuang, Janjang Tigo Baleh, Janjang Gudang, Janjang Minangkabau, Janjang Pasanggrahan, Janjang Los Maco, Janjang Los Lambuang). Revitalisasi ini telah mengembalikan stigma masyarakat kepada nama yang harusnya dilekatkan pada janjang ini. Pada revitalisasi ini, Pemko Bukittinggi juga menambahkan Gapura dilengkapi penulisan nama janjang. hal ini dilakukan untuk meluruskan kekelirauan yang sempat berkembang ((Janjang Seks))  dan untuk memperkuat Pariwisata Kota Bukittinggi.

Kebersihan Janjang yang dijaga dengan baik cc isma


JANJANG GANTUANG DAN JANJANG TIGO BALEH

Janjang Gantuang dan Janjang Tigo Baleh saat tirai malam menyukup Kota Bukittinggi cc isma

Janjang Tigo baleh cc isma


  Janjang Gantuang ini dibangun pada tahun 1932 dimasa pemerintahan Contoleur W.J Cator. Janjang gantuang populer juga sebagai jembatan penyebrangan pertama di Indonesia. Penamaan Janjang Gantuang, merujuk kepada kondisi janjang yang menggantung di udara (tidak bertumpu pada tebing, sebagaimana biasa janjang yang ada pada masa itu). Di samping Janjang Gantuang, terdapat sebuah janjang kecil, yang populer dengan nama Janjang Tigo baleh. 

JANJANG GUDANG

Janjang Gudang cc isma
Janjang gudang cc isma
Prasasti Janjang Gudang cc Isma


Penamaan janjang ini berkaitan dengan adanya sistem tanam paksa Kolonial Belanda pada abad 18- awal abad ke 19. Pada masa itu Kolonial Belanda mewajibkan tanam paksa kopi kepada penduduk Minangkabau. Hasil panen kopi penduduk harus dijual kepada Belanda dengan harga yang ditetapkan sendiri oleh Belanda. Untuk menampung kopi-kopi penduduk, Belanda membangun pakus- pakus (gudang-gudang) disetiap wilayah kekuasaannya. Salah satu pakus dibangun di lereng bukik Kubangan Kabau. Untuk memudahkan transportasi, di samping pakus kopi tersebut dibangun sebuah janjang. Oleh karena janjang itu berada persis di samping pakus kopi tersebut, janjang tersebut populer dengan nama Janjang Pakus (Janjang Gudang). 

Pada tahun 2017 Pemerintah Kota Bukittinggi/ Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi merevitalisasi Janjang Gudang untuk mempercantik dan memperkuat Pariwisata Kota Bukittinggi.

JANJANG MINANGKABAU

Janjang Minangkbau cc.isma
Janjang Minangkabau cc isma

Janjang Minangkabau dibangun untuk menghubungkan Jl A. Yani dan Jalan Minangkabau pada tahun 1908 atas perintah LC Westenenk. Keteguhan Pemerintah Kota Bukittinggi dalam mengembangkan Pariwisata berdasarkan Adat Budaya Minangkabau terlihat pada Penamaan Janjang dan arsitektur janjang. Pada bagian atas janjang terdapar sebuah patung Harimau Campo. Harimau Campo adalah lambang kebesaran Luhak Agam. Masyarakat Minangkabau  (Luhak Agam) "percaya" bahwa kekuatan Harimau Campo ikut menjaga keamanan, ketertipan, dan "marwah" sebuah daerah.

JANJANG PASANGGRAHAN

Janjang Pasangrahan cc Isma

Janjang Pasanggrahan dibangun pada tahun 1908 atas perintah LC. Westenenk untuk menghubungkan Kampuang Cino dan Pasa Ateh Kota Bukittinggi. Janjang Pasanggarahan direvitalisasi Pemerintah Kota Bukittinggi pada tahun 2017. Kondisi janjang yang bersih, tidak licin, dan dilengangkapi penerangan pada malam hari akan menambah ketenangan, kenyamanan bagi para warga kota dan pengunjung saat melewatinya.

Janjang Pasanggrahan dari aarah Pasa Ateh cc Isma
Kondisi Janjang setelah direvitalisasi cc Isma
Sejarah Janjang Pasanggrahan cc Isma

Memacu pengembangan pariwisata dengan tetap mempertahankan setiap lini budaya serta sejarah yang telah membangun Kota Bukittinggi, menjadi nilai lebih sendiri bagi Kota Bukittinggi. Pembenahan-pembenahan di setiap sudut kota akan dapat pembaca lihat saat berkunjung ke Kota Bukittinggi.  

Anda tertarik? Anda tidak percaya? Mengunjungi secara langsung adalah pilihan untuk mengungkap kebenaran tulisan singkat ini. Ayo Liburan Ke Bukittinggi..... "Nagari Nak Rang Kurai"


Sumber:
- Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
- Darwis, Yuliandre. 2013. Sejarah Perkembangan Pers Minangkabau. Jakarta: PT.
                                      Gramedia Pustaka Utama.
- AA. Navis. Alam Takambang Jadi Guru.
- Tambo Alam Minangkbau.
- Data Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi
- Data pribadi Isma Darma Yanti
CP: 085274845307

Senin, 05 Februari 2018

BERWISATA KE LUBANG JAPANG KOTA BUKITTINGGI, MENGURAI FAKTA SEJARAH.

Pintu Masuk Lubang Japang Kota Bukittinggi Atas cc Isma

Berada dalam kawasan objek wisata Taman Panorama, Lubang Japang ini tentunya memiliki kisah, cerita yang menarik untuk disimak. Satu cerita yang sekiranya menarik untuk disimak adalah Kisah Penuturan seorang bekas perwira bala tentara jepang yang ditugaskan membuat "Lubang Perlindungan Jepang" di Ngarai Bukittinggi, Hirotada Honjoyo (1 Januari 1908)


Di dalam buku singkat ini, Hirotada menyebutkan, bahwa Letjen Moritake Tanabe, Panglima Divisi ke-25 angkatan Bala Tentara Jepang mengintruksikan untuk membuat "Lubang Perlindungan" di Ngarai Bukittinggi yang mampu menahan getaran letusan bom sekuat 500 kg, dan pembuatan lubang ini dilengkapi dengan ruangan-ruangan untuk keperluan Markas Besar seperti Ruang Kantor dan fasilitas-fasilitas  lainnya untuk keperluan Divisi ke 25 Angkatan Darat. 


Kontruksi pembutan mulai dikerjakan pada bulan Maret  1944 dan selesai pada bulan Juni 1944 (tiga bulan pengerjan) di bawah pimpinan 3 (tiga) orang ahli tambang batu bara yang dikirim dari perusahaan Hokkaido Tanko Kisen Co, yakni 1.) Ir. Toshihiko Kubota, 2.) Ir. Ichizo Kudo, 3) Ir. Uhei Koasa. Cara dan system melaksanakan kontruksi lubang perlindungan dijalankan secara teknis pembagian keahlian yang setiap harinya membutuhkan tenaga kerja 50 atau 100 orang. Pekerja-pekerja didatangkan dan disediakan oleh Kantor Kotapraja Bukittinggi yang terdaftar dan dibayar sebagai buruh harian dan pekerja membawa bekal makanan sendiri untuk makan siang. 


Bebera penegasan yang terdapat dalam tulisan singkat Hirotada adalah:1. Lubang Japang tersebut dibangun untuk dijadikan "lubang Perlindungan" bukan untuk dijadikan "Lubang Pertahanan"2. Bisa menahan getaran letusan bom di atas 500 Kg. 3. Lumpur penggalian melalui tebing jalan, 5. untuk menguatkan lubang dibuat bentuk "torri-gumi" yang menyerupai pintu depan lambang agama Shinto, yaitu bagian bawah lebih besar dari bagian atas. 6. Lubang perlindungan. 7. tidak ada dapur 8.  Untuk mengokohkan, lubang disangga dengan kayu-      kayu

(Hirotada Honjo 1908-2001).

Tulisan Hirotada tentunya berbeda jauh dengan cerita yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam masyarakat berkembang cerita bahwa di dalam Lubang Japang Kota Bukittinggi terjadi pembunuhan, penyiksaan, bahkan pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan yang sengaja didatangkan untuk pemuas nafsu bala tentara jepang. 


Benarkah??? 


Penelusuranpun coba dilakukan oleh penulis, salah satunya adalah dengan bertanya kepada para pakar sejarah di Universitas. Hasil penelusuran, wawancara ini adalah, belum ada satu penelitian/ tulisan ilmiah mengenai kisah pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan yang terjadi dalam Lubang Jepang


Lalu bagaimana???


Idealnya adalah dilakukannya penelitian mendalam tanpa mengabaikan fakta-fakta yang ada, baik itu tulisan Hirotada, cerita yang berkembang di tengah masayarakat, ataupun sisa-sisa tengkorak yang sekiranya memang ada.


Menarik...kita tidak akan bisa mengelak dan atau menyalahkan sesiapa kenapa sejarah tentang Lubang Japang Kota Bukittinggi tidak tertulis dengan baik, hingga tidak terjadi "simpang-siur" sejarah. Selain itu, Minangkabau adalah adalah salah satu dari kebudayaan yang memiliki bukti sejarah sedikit (dibandingkan dengan kebudayaan jawa ataupun sunda). Kenyataan ini sejalan dengan salah satu keunikan tradisi masyarakat Minangkabau, yakni Tradisi Lisan. Tradisi Lisan dalam masyarakat Minangkabau dapat dilihat dengan budaya pewarisan masyarakat yang lebih memilih "Kato Inyo", "katanya".


Sumber: 

- Kisah Penuturan seorang bekas perwira bala tentara jepang yang ditugaskan membuat "Lubang 
                                   PerlindunganJepang" di Ngarai Bukittinggi, Hirotada Honjoyo (1 Januari 1908)
- Abdulah, Taufik.1967.  Modernisasi Dalam Alam Minangkabau: Sumatera Barat Pada Dekade
                                    Permulaan Abad XX, Terj. Drs. Ishaq Thaher. Padang: FKSP- IKIP Padang.
- Amran, Rusli. 1985. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
- Darwis, Yuliandre. 2013. Sejarah Perkembangan Pers Minangkabau (1859-1945). Jakrata: PT 
                                   Gramedia Pustaka Utama.

Janjang Masuk cc. Isma 

Lorong dalam Lubang Japang cc Isma
Salah satu raungan dalam Lubang Japang cc Isma
Pintu Masuk Lubang Japang bawah cc. Isma



Kamis, 01 Februari 2018

RUMAH ADAT NAN BAANJUANG KOTA BUKITTINGGI

Ruang Dalam Museum RANB Kota Bukittinggi
Rangkiang Sibayau-bayau
Rangkiang Sitinjau Lauik
Ruang Museum RANB Kota Bukittinggi



Museum Rumah Adat Nan Baanjuang

Museum Rumah Adat Nan Baanjuang Kota Bukittinggi terletak di atas Bukik Cubadak Bungkuak dalam kawasan Kebun Binatang (TMSBK) Kota Bukittinggi. Dibangun pada 1 Juli 1935 oleh Controleur Agam Mr. Mandelar dan Nutzman yang pada masa itu menjabat sebagai kepala kebun binatang Kota Bukittinggi dengan luas bangunan 2.798 M2. Bangunan Museum ini menunjukan Langgam Koto Piliang yang terdiri atas 7 (tujuh) buah Gonjong; 9 (sembilan) ruang; jenis Gajah Maharam; dan memiliki anjungan di kiri dan kanan.
Pada awal pembangunannya, museum ini bernama Museum Bundo Kanduang yang berfungsi sebagai museum Etnografi untuk menghimpun benda-benda sejarah/benda-benda budaya Minangkabau. Pada Tahun 1956 dibangun tiga elemen penting lainnya dari sebuah Rumah Gadang Minangkabau, yakni Rangkiang Sitinjau Lauik, Rangkiang Sibayau-bayau, dan TabuahRangkiang Sitinjau lauik adalah "kapuak" padi yang berguna untuk menyimpan cadangan makanan untuk keperluan kaum; Rangkiang Sibayau-bayau adalah "kapuak" untuk menyimpan padi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Rumah Gadang; dan Tabuah berguna untuk memanggil anggota kaum untuk berkumpul.
Pada tahun 2005, sesuai dengan perda No. 5 tahun 2005, museum ini resmi berganti nama menjadi MUSEUM RUMAH ADAT NAN BAANJUANG.
Terakhir, museum ini direvitalisasi pada tahun 2014 selesai pada tahun 2016 atas kerjasama Pemerintah Kota Bukittinggi dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Museum yang sangat potensial sebagai sarana edukasi ini menyimpan berbagai benda-benda Kebudayaan Minangkabau. Diantara koleksi yang tersimpan di museum ini adalah alat-alat pertanian tradisional, alat-alat transportasi tradisional,  alat-alat kesenian tradisional, perlengkapan rumah tangga tradisional, seperangkat pelaminan Minangkabau, naskah Minangkabau, serta benda-benda budaya lainnya.
Saat ini, Museum yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi ini terdiri atas dua lantai. Lantai dasar berfungsi sebagai ruang pajang, lantai atas berguna sebagai tempat musyawarah dan dapat juga digunakan sebagai tempat pertunjukan kesenian tradisional Minangkabau, seperti Basaluang, Barabab, Basijontiak, Salawat Dulang, dan kesenian tradisional minangkabau lainnya yang penyelenggaraan santai.

Sumber Bacaan: 
Navis, A.A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru
Hakimy Dt. Rajo Pangulu, H.Idrus.1988. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: CV Remadja Karya.
Tambo Alam Minangkabau
Pakaian Adat Minangkabau (Koleksi Museum RANB Kota Bukittinggi)

Naskah Minangkabau (Koleksi Museum RANB Kota Bukittinggi)
Koleksi Museum RANB Kota Bukittinggi