Menyusul tulisan tentang Janjang Ampek Puluh, pada catatan singkat ini tertera sekilas tentang Janjang Wisata Kota Bukittinggi lainnya. Untuk Pembaca...Salam Hangat Pariwisata Kota Bukittinggi...**Isma Darma Yanti**
JANJANG INYIAK SYECH BANTAM
|
Janjang Inyiak Syech Bantam (Saat Malam cc. isma) |
Janjang Inyiak Syech Bantam Kota Bukittinggi. Janjang ini dibangun pada 1908 M atas perintah Controleur Agam LC Westenenk. Sempat "populer" dengan sebutan "Janjang Seks", tentunya merusak stigma positif yang melekat pada Janjang ini dan secara tidak langsung tentunya juga merusak "Marwah" sebuah surau tua yang berada persis di samping janjang ini, Surau Inyiak Syech Bantam.
|
Surau Inyiak Syech Bantam c.c isma |
Melewati hampir setiap waktu- minimal di saat ingin mempercepat perjalanan dari pasa banto-pasa ateh ataupun pasa ateh-pasa banto, selayaknya kita berfikir kenapa janjang ini memiliki nama Janjang Inyiak Syech Bantam? Adakah hubungan antara Janjang Inyiak Syech Bantam dan Surau Inyiak Syech Bantam? Siapakah sosok yang namanya begitu melekat di hati masyarakat Kota Bukitttinggi?
Pembaca,
Inyiak Syech Bantam adalah seorang pemuda cilegon, seorang pejuang kemerdekaan Cilegon yang bernama Muhammad Haris binMuzaffar. Sepak terjangnya melawan penjajahan Belanda di Tanah Cilegon membuatnya ditangkap dan dibuang oleh pemerintah Kolonial Belanda ke Ford De Kock (Bukittinggi) pada 1988 M. Di Bukittinggi, M. Haris Bin Muzaffar melanjutkan perjuangannya melawan penjajah Belanda dalam bentuk lain, yaitu dengan dengan berdakwah mengajarkan Agama Islam kepada penduduk Bukittinggi. Aktivitas dakwah ini, membuanya diterima oleh penduduk Kota Bukittinggi dan memebrntuk suatu hubungan yang sangat harmonis dengan para pemuka adat. Hal ini terbukti dengan pemberian sebidang tanah adat yang digunakan untuk membangun sebuah surau sekaligus menjadi tempat tinggal bagi Inyiak Syech Bantam.
Di surau ini, beliau berjuang melawan penjajah Belanda dengan cara " Membangitkan semangat patriotik dan mencerdaskan umat". Pesan-pesan yang beliau sampaikan mampu membangitkan semangat penduduk untuk bangkit melawah kekejaman penjajah Belanda.
Kepopuleran Inyiak Syech Bantam, menghadirkan rasa sepakat bagi penduduk Bukittinggi masa itu untuk melekatkan nama beliau pada sebuah janjang yang berada persis di samping Surau Inyiak Syekh Bantam. Seumpama satu kesatuan, janjang dan surau ini berperan dalam menyatukan penduduk Bukittinggi dalam arah perjuangan yang sama, yakni kemerdekaan untuk Minangkabau.
|
Janjang Inyiak Syech Bantam Tampak Atas (arah Pasa Lereang Kota Bukittinggi) cc isma |
Di penghujung tahun 2017, Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi merevitalisasi Janjang Inyiak Syech Bantam bersamaan dengan 10 Janjang Wisata Lainnya (Janjang Ampek Puluah, Janjang Gantuang, Janjang Tigo Baleh, Janjang Gudang, Janjang Minangkabau, Janjang Pasanggrahan, Janjang Los Maco, Janjang Los Lambuang). Revitalisasi ini telah mengembalikan stigma masyarakat kepada nama yang harusnya dilekatkan pada janjang ini. Pada revitalisasi ini, Pemko Bukittinggi juga menambahkan Gapura dilengkapi penulisan nama janjang. hal ini dilakukan untuk meluruskan kekelirauan yang sempat berkembang ((Janjang Seks)) dan untuk memperkuat Pariwisata Kota Bukittinggi.
|
Kebersihan Janjang yang dijaga dengan baik cc isma
JANJANG GANTUANG DAN JANJANG TIGO BALEH
|
|
Janjang Gantuang dan Janjang Tigo Baleh saat tirai malam menyukup Kota Bukittinggi cc isma |
|
Janjang Tigo baleh cc isma |
Janjang Gantuang ini dibangun pada tahun 1932 dimasa pemerintahan Contoleur W.J Cator. Janjang gantuang populer juga sebagai jembatan penyebrangan pertama di Indonesia. Penamaan Janjang Gantuang, merujuk kepada kondisi janjang yang menggantung di udara (tidak bertumpu pada tebing, sebagaimana biasa janjang yang ada pada masa itu). Di samping Janjang Gantuang, terdapat sebuah janjang kecil, yang populer dengan nama Janjang Tigo baleh.
JANJANG GUDANG
|
Janjang Gudang cc isma |
|
Janjang gudang cc isma |
|
Prasasti Janjang Gudang cc Isma |
Penamaan janjang ini berkaitan dengan adanya sistem tanam paksa Kolonial Belanda pada abad 18- awal abad ke 19. Pada masa itu Kolonial Belanda mewajibkan tanam paksa kopi kepada penduduk Minangkabau. Hasil panen kopi penduduk harus dijual kepada Belanda dengan harga yang ditetapkan sendiri oleh Belanda. Untuk menampung kopi-kopi penduduk, Belanda membangun pakus- pakus (gudang-gudang) disetiap wilayah kekuasaannya. Salah satu pakus dibangun di lereng bukik Kubangan Kabau. Untuk memudahkan transportasi, di samping pakus kopi tersebut dibangun sebuah janjang. Oleh karena janjang itu berada persis di samping pakus kopi tersebut, janjang tersebut populer dengan nama Janjang Pakus (Janjang Gudang).
Pada tahun 2017 Pemerintah Kota Bukittinggi/ Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi merevitalisasi Janjang Gudang untuk mempercantik dan memperkuat Pariwisata Kota Bukittinggi.
JANJANG MINANGKABAU
|
Janjang Minangkbau cc.isma |
|
Janjang Minangkabau cc isma
Janjang Minangkabau dibangun untuk menghubungkan Jl A. Yani dan Jalan Minangkabau pada tahun 1908 atas perintah LC Westenenk. Keteguhan Pemerintah Kota Bukittinggi dalam mengembangkan Pariwisata berdasarkan Adat Budaya Minangkabau terlihat pada Penamaan Janjang dan arsitektur janjang. Pada bagian atas janjang terdapar sebuah patung Harimau Campo. Harimau Campo adalah lambang kebesaran Luhak Agam. Masyarakat Minangkabau (Luhak Agam) "percaya" bahwa kekuatan Harimau Campo ikut menjaga keamanan, ketertipan, dan "marwah" sebuah daerah.
|
JANJANG PASANGGRAHAN
|
Janjang Pasangrahan cc Isma |
Janjang Pasanggrahan dibangun pada tahun 1908 atas perintah LC. Westenenk untuk menghubungkan Kampuang Cino dan Pasa Ateh Kota Bukittinggi. Janjang Pasanggarahan direvitalisasi Pemerintah Kota Bukittinggi pada tahun 2017. Kondisi janjang yang bersih, tidak licin, dan dilengangkapi penerangan pada malam hari akan menambah ketenangan, kenyamanan bagi para warga kota dan pengunjung saat melewatinya.
|
Janjang Pasanggrahan dari aarah Pasa Ateh cc Isma |
|
Kondisi Janjang setelah direvitalisasi cc Isma |
|
Sejarah Janjang Pasanggrahan cc Isma |
Memacu pengembangan pariwisata dengan tetap mempertahankan setiap lini budaya serta sejarah yang telah membangun Kota Bukittinggi, menjadi nilai lebih sendiri bagi Kota Bukittinggi. Pembenahan-pembenahan di setiap sudut kota akan dapat pembaca lihat saat berkunjung ke Kota Bukittinggi.
Anda tertarik? Anda tidak percaya? Mengunjungi secara langsung adalah pilihan untuk mengungkap kebenaran tulisan singkat ini. Ayo Liburan Ke Bukittinggi..... "Nagari Nak Rang Kurai"
Sumber:
- Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
- Darwis, Yuliandre. 2013. Sejarah Perkembangan Pers Minangkabau. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
- AA. Navis. Alam Takambang Jadi Guru.
- Tambo Alam Minangkbau.
- Data Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi
- Data pribadi Isma Darma Yanti
CP: 085274845307