MAKAN GADANG SAKAMPUANG PAKAN LABUAH KE V
PELESTARIAN BUDAYA LOKAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN GEOPARK SIANOK MANINJAU
MENUJU GEOPARK GLOBAL
MENUJU GEOPARK GLOBAL
OLEH
GENERASI
MUDA SIMPANG TUGU DAN LPM KELURAHAN PAKAN LABUAH
Geopark adalah salah satu instrumen pembangunan daerah secara berkelanjutan yang mendasarkan pada aspek konservasi, pendidikan, pelestarian budaya lokal, penumbuhan ekonomi lokal, dan keterlibatan masyarakat secara aktif. Semua aspek geopark ini di kemas dan di laksanakan melalui pengembangan pariwisata. Geopark Sianok Maninjau telah ditetapkan sebagai Geopark Sianok Maninjau telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional pada tahun 2018 dan di orbitkan untuk menjadi Geopark Global dalam waktu dekat. Menyandang status Geopark Nasional dan bersiap menjadi Geopark Global membutuhkan sinergi/ kerja sama semua elemen masyarakat yang tinggal dalam kawasan. Masyarakat Pakan Labuah telah menjalankan satu aspek geopark, yakni pelestarian budaya lokal melalui Kegiatan Makan Gadang Sakampuang.
MAKAN GADANG SAKAMPUANG ke V yang dilaksanakan pada tanggal 28 April Tahun 2019 ini di gagas dan diselenggarakan oleh Generasi Muda Simpang Tugu (GMST) dan LPM Kelurahan Pakan Labuah Kecamatan Aua Birugo Tigo Baleh Kota Bukittinggi. Kegiatan Makan Gadang Sakampuang adalah upaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengembangan dan pemeliharaan Budaya Minangkabau. Kegiatan ini telah dilaksanakan semenjak tahun 2015 hingga sekarang dan menjadi ivent yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya menjelang memasuki bulan suci Ramadhan. Kegiatan Makan Gadang Sakampuang Menjadi wadah silaturahmi, mengeratkan hubungan kekerabatan, dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konsep Geopark, ivent tahunan ini adalah salah satu kegiatan budaya/ Culture Heritage yang berada dalam kawasan Geopark Sianok Maninjau. Penyelenggaraan ini akan menjadi point penting dalam pengembangan Geopark Sianok Maninjau.
Lebih spesifik Makan Gadang adalah sebutan untuk
makan bersama seluruh penghuni kampuang dan pengunjung yang berkenan datang
melihat saja ataupun aktif dalam prosesi pelaksanaan. Tidak ada perbedaan dalam
kegiatan ini. Semua satu dalam ikatan BUDAYA BADUNSANAK yang mengutamakan penghargaan terhadap
orang lain. Niniak mamak, bundo kanduang, alim ulama, cadiak pandai, dubalang
dan generasi muda bahu membahu, bekerjasama agar kegiatan ini berjalan
sempurna.
Dalam Kebudayaan Minangkabau konsep BADUNSANAK adalah konsep kekeluargaan yang paling ideal. Dalam Masyarakat Minangkabau tidak terdapat tingkatan-tingkatan masyarakat,
tetapi masyarakat terhubung dalam eksistensi masing-masing. Alam terkembang yang
dijadikan guru oleh masyarakat Minangkabau, memperlihatkan bahwa semua unsur
alam memiliki peranan masing-masing dan saling berhubungan, dengan dialektika
perimbangan-pertentangan. Perbedaan seseorang tidak ditentukan oleh satus
sosialnya akan tetapi oleh fungsinya. Saling berhubungan tapi tidak saling
mengikat, saling bebenturan tetapi tidak saling melenyapkan,saling mengelompok
tetapi tidak saling meleburkan (Navis, 1984: 59). Konsep hubungan dalam
Kebudayaan Minangkabau menurut pandangan kosmologinya menjadi konsep pencipataan kesehatan
mental. Hal ini disebabkan karna dalam konsep masyarakat Minangkabau tidak ada struktur
yang hirarkis (tingkatan), tetapi adalah sebuah mozaik. Artinya, dalam Kebudayaan Minangkabau, setiap unsur
dalam masyarakat berdiri dengan perannya yang berlainan namun hadir dalam
suatu harmoni. Perbedaan peranan dalam masyarakat tidaklah menentukan tingkatan/
status/ strata, akan tetapi memperjelas
peran dan fungsi setiap anggota masyarakat. Penghargaan terhadap seseorang
adalah berdasarkan peran dan fungsinya. Dengan demikian, harga diri setiap
anggota masyarakat terjaga sesuai dengan tindakannya dalam menjalankan
peranannya. Sesuai dengan pituah Adat Minangkabau berikut:
Nan lumpuah pahunyi rumah
Nan pakak palatuih badia
Nan cadiak tampaik batanyo
Nan kayo turun jo pitihnyo
Nan kuaik mambela nagarinyo
BADUNSANAK Orang Minangkabau adalah sahino samalu, sasakik sasanang. seperti tercermin dalam mamangan berikut:
Tanah sabingkah lah bapunyo
Rumpuik sahalai lah bauntuak
Malun nan alun ka babagi
Konsep BADUNSANAK dalam Kebudayaan Minangkabau terefleksi dalam Kegiatan Makan Gadang Sakampuang Ke V Pakan Labuah. Semua diterima dalam kegiatan ini. Kaum
ibu di bawah komando bundo kanduang menyiapkan makanan tradisonal Minangkabau.
Kaum perempuan memasak bersama bahan mentah yang telah dikumpulkan dari iuran
semua anggota masyarakat. Kaum Bapak bergotong royong menyiapkan sarana prasarana yang dibutuhkan. Tidak ditemukan individu penyandang dana, karena semua anggota masyarakat adalah penyandang dana. Semua anggota masyarakat adalah pemilik acara, semua anggota masyarakat adalah panitia pelaksana. Semua aktif menjalankan perannya masing-masing menciptakan harmoni dan keseimbangan Alam Minangkabau.
Dalam kegiatan memasak ini, norma dan nilai kehidupan
ditanamkan bundo kanduang kepada anak gadisnya, bahwa keutamaan seorang
perempuan Minangkabau adalah kemampuannya mengumpulkan seluruh cinta dan kasih
sayang dalam sebuah masakan. Masakan yang sehat adalah dasar dalam menciptakan kesejahteraan dan menjaga kesehatan
keluarganya.
Kaum
laki-laki di bawah komando Niniak Mamak, Cadiak Pandai bergotong royong
menyiapkan sarana dan prasarana kegiatan. Semua menyinsingkan lengan baju,
mengayunkan kapak untuk membelah kayu dengan
sukarela. Dalam kegiatan ini setiap orang mengambil bagian masing-masing
dengan sadar dan sportif.
Makan
Gadang Sakampuang di Pakan Labuah merupakan turunan dari Makan Bajamba [1]yang
telah menjadi tradisi di Minangkabau. Makan Bajamba merupakan
tradisi yang hidup di Minangkabau dan keberadaannya terjaga sampai sekarang. Tujuannya
adalah untuk memupuk tali silaturrahmi dan memunculkan rasa kebersamaan tanpa
melihat status dan pangkat. Biasanya acara makan bajamba ini di adakan di
sebuah rumah atau tempat khusus yang diikuti puluhan atau ratusan orang. Ketika
makan bajamba semua orang larut dalam kebahagian karena bekerjasama
menghabiskan nasi yang super banyak di pinggan.
Makan Gadang dan Makan Bajamba serupa tapi tak sama. Namun, tata krama yang digunakan berakar pada Kebudayaan Minangkabau.
Menjadi sebuah ivent wajib masyarakat Pakan Labuah, kegiatan ini telah melestarikan tradisi Minangkabau. Konsep BADUNSANAK berjalan secara alamiah dalam acara Makan Gadang.
Lebih jauh, dengan menyelenggarakan Makan Gadang, masyarakat Pakan Labuah telah menjadi agen Geopark yang aktif melestarikan budaya lokal. Ke depannya, sinergi yang kuat antar semua unsur alam akan menghasilkan harmoni yang indah dan upaya pengembangan Pariwisata Kota Bukittinggi dan menjadikan Geopark Sianok Maninjau layak menyandang gelar sebagai Geopark Global.
Terimakasih banyak untuk:
Generasi Muda Simpang Tinju
LPM Pakan Labuah
Niniak Mamak, Alim Ulama, Bundo Kanduang
Semua masyarakat Pakan Labuah yang telah
mengizinkan kegiatan ini didokumentasikan
dan ditulis.
Salam Minangkabau.
Catatan Isma Darma Yanti
Dokumentasi kegiatan.
[1] Makan Bajamba adalah makan di dalam pinggan (piring) besar secara bersama-sama. Di beberapa daerah
Minangkabau Makan Bajamba disebut juga dengan makan barapak. Satu piring
makan biasa terdiri dari 5 sampai 7 orang.
[2]
Di Kota Bukittinggi Makan Bajamba diselenggarakan
dalam Upacara Batagak Datuak dan Alek Nagari. Hidangan dalam Makan Bajamba di
Kota Bukittinggi terdiri dari delapan jenis sambal yang disebut dengan ” samba nan salapan”. Samba ini terdiri seperti gulai ayam, rendang, asam padeh daging yang lebih di
kenal dengan anyang, gulai babat yang lebih di kenal dengan paruik lauak,
karupuk tunjuk balado, terung buat digoreng pakai cabe, pergedel, dan ikan
panggang.
[4] Basimpuah
adalah cara duduk perempuan Minangkabau. Basimpuah seperti duduk antara dua sujud ketika shalat
[5] Artinya memakan menu
penutup. Biasanya menu penutup terdiri dari ketan ditambah sarikaya, inti ( sejenis
kue bola yang diisi kelapa ditengahnya), pinyaram, gelamai, wajik, kue, dan
pisang, Semuanya ditata di atas piring (catatan: Menu penutup dalam acara
Batagak Datuak Yang Sati di Kota Bukittinggi pada tahun 2018).