Minggu, 13 Januari 2019

KOMPETENSI SOSIAL GURU " TELAAH INTELEKTUAL IJAZAH TAREKAT NAQSYABANDIYAH" = Sebuah Integrasi Islam dan Budaya Minangkabau=


 " Seorang syeikh menduduki posisi tertinggi di sebuah surau dan bertanggung jawab atas pengajaran seluruh murid di surau yang dipimpinnya dan masyarakatnya Ia sendiri telah melalui disiplin yang telah ditentukan oleh seorang pengarah spiritual, yang otoritasnya dapat dilacak sampai kepada pendiri tarekat. Seorang syeikh juga terlibat dalam kegiatan pertanian, perdagangan yang ada di daerah-daerah sekitarnya. Implikasinya, seorang syeikh juga dijuluki sebagai pelindung petani dan pedagang" 


Dalam lingkungannya (masyarakat umum dan sekolah), guru merupakan teladan. Kondisi ini menuntut kemampuan sosial guru dengan masyakat, sebagai upaya mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan akan mempengaruhi hubungan sekolah dengan masyarakat lebih baik lagi. Namun, tidak sedikit stigma negatif dan bahkan melemahkan citra guru, baik sebagai opini maupun berita yangmuncul di media massa. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan sikap adil, baik dari guru maupun masyarakat secara umum, yang menunjukkan identitas dan karakter guru sebagai profesional dan anggota masyarakat yang edukatif. Kompetensi sosial guru tidak bisa dipahami secara general, tapi lebih spesifik dan tergantung kelompok sosial yang ada di masyarakat. Kompetensi sosial terintegrasi dalam profesi guru terlihat dalam sebuah ijazah berumur lebih 90  tahun. Ijazah tersebut menulis dengan tegas peran dan fungsi seorang guru. Hal ini menjelsakan bahwa Guru profesional secara otomatis akan mampu mengembangkan kompetensi sosialnya. Salah satu indikator kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru dalam menunjukkan kedudukan dan perannya di masyarakat, baik dengan ketokohannya, hubungannyan dengan setiap level strata sosial yang ada di masyarakat serta produktivitasnya sebagai masyarakat intelektual.
         Telaah ijazah tarekat Naqsyabandiyah ini, mengkaji, menelaah setiap kata dalam ijazah tersebut untuk melihat kekuatan dan peranan kompleks seorang guru yang dipanggil “Syeikh” oleh murid-muridnya dan masyarakat.  Penelitian ini dilakukan beberapa waktu terdahulu sebagai sebuah persyaratan mutlak menyelesaikan sekolah lanjutan.  Saat ini, penulis ingin membagi buah karya sederhana ini untuk pengobat rindu, pengingat sekaligus menyimpan untuk masa dan waktu yang akan datang.





SISTEM TRANSITIVITAS DALAM
NASKAH  IJAZAH AL-NAQSYABANDIYAH







Isma Darma Yanti
0821215009











PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
2014



Trancitivity System in Ijazah al-Naqsyabandiyah Script

By:
Isma Darma Yanti
(Main Supervisor: Dr. Sawirman, M.Hum)
Associate Supervisor: Dr. Fajri Usman, M.Hum)

E-Mail: ismaunand@gmail.com

ABSTRACT

Ijazah al- Naqsyabandiyah script is a realization of linguistic experience from the language (trancitivity). Trancitivity user which is consist of three elements, they are the processes, participants, and circumstance is a functional text in the social context (Halliday, 1994; Saragih, 2002). Thus, this study was conducted to determine the type of transitivity, context of the situation, and the relationships of transitivity systems and the context of situation in Ijazah al - Naqsyabandiyah script .
The data of research is verba in Ijazah al-Naqsyabandiyah script. This research is divided into three steps, collecting of data, analysis of data, and presenting the resulf of analisys. The data are colleting by obsevational method with tap technique as basic technique. In analyzing the data by translational method; referential method; and distributional method. The result of the analysis then is presented by using formal and informal method.
Based of the result of the analysis: first, the type of transitivity processes contained in the Ijazah al - Naqsyabandiyah script based on its predominantly appearance are, material process, mental process, relational process, verbal process, existential process, and  behaviuoral process. Second, the context of the situation which is reflected in the Ijazah al-Naqsyabandiyah script covers three domains; they are analysis of the field or the contents include, (1) arena/surau activities;interaction(+) institutionalized; (2) the participants involved have the traits of a mosque sheikh congregation (tarekat) (3) semantic domains (+) specialization; Participant analysis consists of: (1) involvement of participants (+) formal, (2) the status of inter- participants are not same, (3) affective (+) interpersonal and (+) ideational, (4) contact between participants (+) are often; Mode analysis consists of: (1) interaction (+) planned, (2) distance (+) range of time/ time; language serves as a reflection; the involvement of languages ​​is on the (+) semantic distance; (3) written text with letters realization unit. Third, the system of transitivity and context of the situation are connected by construal semiotic relations. Thus, from results of the analysis that there are six the type of transitivity processes and Ijazah al - Naqsyabandiyah script is a functional text in the social context.

Keywords: Transitivity; The context of the situation; Script; al-Naqsyabandiyah.







BAB I
PENDAHULUAN
I.     Latar Belakang
Teks adalah unit bahasa yang fungsional di dalam konteks sosial (Halliday (1994; Saragih, 2002:3). Makna teks dapat dianalisis antara lain dengan menggunakan teori  Linguistik Fungsional Sistemik (untuk seterusnya disingkat LFS). Dalam perspektif LFS, bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yakni sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut (Saragih, 2002:1). Kajian LFS berdasarkan pada dua konsep yang membedakannya dengan aliran linguistik lain, yaitu (a) bahasa merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial dan (b) bahasa merupakan teks yang berkonstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan konteks sosial (Saragih, 2002:1).
Konteks sosial mengacu kepada segala sesuatu di luar yang ditulis atau terucap yang mendampingi bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian bahasa atau interaksi sosial. Konteks sosial terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu konteks situasi, konteks budaya (disebut juga genre), dan konteks ideologi (Martin, 1992 dalam Saragih (2002:5).
Seorang pemakai bahasa merealisasikan pengalamannya (pengalaman bukan linguistik) menjadi pengalaman linguistik. Realisasi pengalaman linguistik bahasa tersebut disebut dengan transitivitas. Transitivitas terdiri atas tiga unsur, yaitu proses (process), partisipan (participant) dan sirkumstan (circumstance) (Halliday, 1994). Proses merujuk kepada aktivitas yang terjadi dalam klausa yang dalam tata bahasa tradisional dan formal disebut verba. Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat di dalam proses tersebut. Sirkumstan merupakan lingkungan tempat proses yang melibatkan partisipan terjadi. Inti pengalaman adalah proses. Hal itu disebabkan karena proses menentukan jumlah dan kategori partisipan (Halliday, 1994:168-172; Martin, 1992:10).
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah merupakan realisasi pengalaman linguistik pemakai bahasa. Selain itu, Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah salah satu peninggalan budaya masyarakat Minangkabau yang menyimpan banyak informasi.
Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah belum pernah diteliti berdasarkan kajian Filologi dan kajian Linguistik. Sehingga, informasi yang tersimpan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah belum diketahui banyak orang. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah dengan menggunakan pendekatan LFS. Dengan menggunakan pendekatan LFS penulis akan menelaah sistem transitivitas dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah, sehingga dapat menemukan fungsi Ideasional bahasa atau arti teks yang terdapat dalam naskah tersebut.

II.  Rumusan Masalah Penelitian
Rancangan penelitian ini dirinci menjadi tiga masalah pokok yang dirumuskan sebagai berikut.
1)   Apa saja tipe proses transitivitas yang terdapat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak?
2)   Bagaimana konteks situasi terefleksi dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak?
3)   Bagaimana hubungan antara sistem transitivitas dan konteks sosial dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak?

III.   Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini secara umum adalah untuk mengkaji fungsi ideasional yang terdapat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah dengan menggunakan teori LFS. Secara khusus, tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1)   mendeskripsikan tipe proses transitivitas yang terdapat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak;
2)   menjelaskan konteks situasi yang terefleksi dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak; dan
3)   menganalisis hubungan sistem transitivitas dan konteks situasi  dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah di Surau Simpang Mato Katiak.

IV.   Manfaat penelitian
Secara teoritis, penelitian ini tentunya bermanfaat untuk mengetahui penggunaan bahasa pada masa lampau, tepatnya bahasa yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Dengan demikian, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman mengenai penggunaan bahasa di masa lampau, khususnya tentang transitivitas dan konteks situasi yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Secara rinci, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)   Peneliti dapat memperoleh gambaran umum tentang sistem transitivitas dan konteks situasi yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
2)   Peneliti dapat mengetahui tipe-tipe proses transitivitas yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
3)   Peneliti dapat mengetahui konteks situasi yang terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
4)   Peneliti dapat mengetahui hubungan antara sistem transitivitas dan konteks situasi yang terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
5)   Hasil kajian ini dapat dijadikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang linguistik, yakni tentang sistem transitifitas dan konteks situasi.
6)   Hasil penelitian dapat dijadikan informasi bagi peneliti berikutnya, baik dari bidang linguistik maupun bidang lainnya.


  

BAB II

METODE PENELITIAN

2. 1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif mencari respon subyektif individual. Hasil penelitian dari metodologi penelitian kualitatif selalu terbuka untuk persoalan baru.

2.2 Data dan Sumber Data Penelitian
     Data penelitian ini adalah satuan kebahasaan atau satuan lingual di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang terdapat di Surau Simpang Mato Katiak. Dalam hal ini data penelitian adalah verba dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Selanjutnya, sumber data penelitian ini adalah sebuah naskah.

2.3 Metode dan Teknik Penelitian
2.3.1 Tahap Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah metode simak (Sudaryanto, 1993:133). Teknik dasar penelitian ini adalah teknik sadap, yaitu menyadap penggunaan bahasa yang terdapat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Sementara itu, teknik lanjutannya adalah teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) dan teknik catat.


2.3.2  Tahap Analisis Data
Pada tahap analisis data, peneliti menggunakan metode padan dan metode agih.


2.3.2.1 Metode Padan
Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial dan metode padan translational. Teknik dasarnya adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP). Teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding membedakan dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok.
2.3.2.2 Metode Agih
     Metode agih adalah metode yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang diteliti. Teknik metode agih terdiri atas teknik dasar dan teknik lanjutan yang digunakan untuk menguji keabsahan data.
     Teknik dasar metode agih adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL) dan teknik lanjutan dari metode agih adalah teknik per-luas dan teknik ubah ujud.

2.3.3   Tahap Penyajian Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dengan metode formal dan informal.





  

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Tipe Proses Transitivitas dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah
Merujuk kepada pembagian proses oleh Halliday (1994:107) dan Martin (1992:102) di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah ditemukan keenam jenis proses, yakni tiga proses utama (primary process), yang terdiri atas proses material, proses mental, dan proses relasional, dan tiga proses pelengkap (secondary process) yang terdiri atas proses perilaku (behaviuoral), proses verbal, dan proses wujud (existential). Proses-proses tersebut diuraikan berdasarkan jumlah kemunculan di dalam data sebagai berikut.

3.1.1 Proses Material
Proses material adalah aktivitas atau kegiatan yang menyangkut fisik dan nyata dilakukan oleh pelakunya sehingga dapat diamati oleh indera. Di dalam proses material muncul dua partisipan, yaitu aktor (actor) dan gol (goal). Aktor biasanya menunjukkan subjek dan gol menunjukan objek. Contoh Proses material yang ditemukan dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut.
Data nomor 7
بهوا سا ي تله همب بر ي خليفت تو ا جو ه دا ن ا خا زة ا كلا ن سؤ ر غ سو
در ا كو
//bahwasanya telah hamba beri khalifah tawajuh dan ijazah akan seorang saudara aku//
Pada data nomor 7 di atas beri adalah proses. Proses beri mengikat tiga partisipan, yakni aktor yang ditunjukan oleh entitas hamba; gol yang ditunjukan oleh entitas tawajuh; dan resipien yang ditunjukan oleh entitas akan (kepada) seorang saudara aku. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data nomor 7 merupakan pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses material, yakni beri dan proses tersebut melibatkan tiga partisipan, yakni hamba, tawajuh, dan resipien.

3.1.2 Proses Mental
Proses mental menunjukan kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indera, kognisi yang terjadi di dalam diri manusia. Proses mental terjadi di dalam diri manusia dan mengenai mental kehidupan. Dalam proses mental terdapat dua partisipan yang pertama dilabeli pengindra (senser) menunjuk kepada pelaku dan kedua dilabeli fenomenon (phenomenon). Proses mental yang ditemukan dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut.
Data nomor 13
يغ ا كن د كر ضا ئي ا الله تعا لى
φ
//[kaciak] akan dikeredhai Allah Ta’ala//
Dalam data nomor 13 dikeredhai adalah proses yang menyangkut indera, kognisi, kejiwaan, atau persepsi, [kaciak] dan Allah Ta’ala adalah partisipan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data nomor 13 merupakan klausa pengalaman yang menyatakan proses mental, yakni dikeredhai dan proses mental tersebut mengikat dua partisipan, yakni [kaciak] yang dilabeli fenomenon dan Allah Ta’ala yang dilabeli pengindra.

3.1.3 Proses Relasional
Proses relasional berfungsi untuk menghubungkan antara satu entitas dengan entitas yang lain. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan intensif, sirkumstan, atau kepemilikan. Hubungan intensif menunjukkan hubungan satu entitas dengan entitas lain. Hubungan sirkumstan menunjukan hubungan satu entitas dengan lingkungan yang terdiri atas lokasi (waktu, tempat, dan urut), sifat, peran atau fungsi, sertaan, dan sudut pandang. Hubungan kepemilikan menunjukan kepunyaan. Mode identifikasi menunjukan bahwa satu maujud merupakan identifikasi dari maujud lain yang secara semantik ‘a (adalah) identitas b’. Mode memiliki suatu sifat, kualitas, atau atribut dengan makna semantik ‘a memiliki atribut b’ (Saragih, 2002:31).
Partisipan dalam proses relasional identifikasi dilabeli tanda (token) dan nilai (value). Tanda merupakan label partisipan yang diidentifikasi dan nilai menjadi label entitas lain yang mengidentifikasi tanda. Dalam proses relasional atribut partisipan dilabeli penyandang (carrier) digunakan untuk partisipan yang memilik atribut atau sifat dan atribut (attribute) digunakan untuk melabeli entitas atau sifat yang mengacu kepada penyandang. Dalam proses relasional kepemilikan partisipan dilabeli pemilik (possessor) untuk entitas yang memiliki dan milik (possessed) untuk entitas yang dimiliki pemilik. Proses Relasional yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.



3.1.3.1       Proses relasional identifikasi
Proses relasional identifikasi yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.
Data nomor 9
نم ي  كلا جي ء 
//namanya (adalah) kaciak//
Pada data nomor 9 (adalah) merupakan proses yang berfungsi sebagai pengidentifikasi, namanya dan kaciak adalah partisipan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa data nomor 9 merupakan klausa pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses relasional identifikasi, yakni (adalah) dan proses tersebut mengikat dua partisipan, yakni namanya yang dilabeli tanda dan kaciak yang dilabeli nilai.

3.1.3.2       Proses relasional atribut
Proses relasional atribut yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.
Data nomor 6
يخ فقير ا لى ا لله تعا لى
φ
//[hamba] yang faqir Alallahi Ta’ala//
Pada data nomor 6 yang merupakan proses, [hamba] dan faqir ilallahi ta’ala adalah partisipan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa data nomor 6 merupakan klausa pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses relasional atribut, yakni yang dan proses tersebut mengikat dua partisipan, yakni [hamba] yang dilabeli penyandang dan faqir ilallahi ta’ala yang dilabeli atribut.

3.1.3.3       Proses relasional kepemilikan
Proses relasional kepemilikan yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.

Data nomor 28
اوله عقل سكل مر يك يغ بر عقل
//oleh akal segala yang berakal //
Dalam data nomor 28 segala merupakan proses, akal dan mereka yang berakal adalah partisipan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data nomor 28 merupakan klausa pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses relasional kepemilikan, yakni segala dan proses tersebut mengikat dua partisipan, yakni partisipan yang dilabeli milik ditunjukan oleh entitas akal dan partisipan yang dilabeli pemilik yang ditunjukan oleh entitas mereka yang berakal.
3.1.4 Proses Verbal
Proses verbal berada antara proses mental dan proses relasional. Implikasinya, proses verbal sebahagian memiliki ciri proses mental dan sebahagian lagi memiliki ciri proses relasional. Secara semantik, proses verbal menunjukan kegiatan atau aktivitas yang menyangkut informasi. Partisipan dalam proses ada empat, yakni penyampai (sayer), penerima (receiver), perkataan (verbiage), dan sasaran (target). Penyampai adalah partisipan utama yang melakukan proses verbal. Penerima adalah orang atau benda yang kepadanya ucapan atau informasi ditujukan. Perkataan adalah apa yang dikatakan atau disampaikan dalam proses verbal. Sasaran adalah entitas yang menjadi target proses verbal. Proses verbal yang ditemukan dalam data adalah sebagai berikut.
Data nomor 5
ا د فو ن كمد ين در فد ايت مك بر كلا تله سؤ ر غ همب
// adapun kemudian dari pada itu, maka berkatalah seorang hamba//
Pada data nomor 5 berkatalah adalah proses, seorang hamba adalah partisipan, adapun kemudian dari pada itu adalah sirkumstan. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa data nomor 5 merupakan klausa berupa pengalaman yang menyatakan proses verbal, yakni berkatalah dan proses verbal tersebut mengikat satu partisipan yakni seorang hamba yang dilabeli penyampai. Lebih lanjut, proses tersebut terjadi dalam sirkumstan berupa lingkup waktu:kapan adapun kemudian dari pada itu.

3.1.5 Proses Wujud (Existential)
Proses Wujud (axistential) menunjukan keberadaan satu entitas. Secara semantik proses wujud terjadi antara proses material dan proses relasional. Partisipan yang terlibat di dalam proses wujud disebut maujud (existent). Proses wujud yang ditemukan di dalam data adalah sebagai berikut.
Data nomor 1
بسم ا لله ا رهمن ارهيم
//Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih penyayang//


3.1.6 Proses Tingkah Laku
Halliday dalam Eggins (1994) menjelaskan bahwa proses tingkah laku (behaviuoral) merupakan aktivitas atau kegiatan fisiologis yang menyatakan tingkah laku fisik manusia. Secara semantik, kategori proses tingkah laku terletak pada proses material dan proses mental. Secara sintaksis, partisipan dalam klausa tingkah laku disebut petingkah laku (behaver). Proses tingkah laku yang ditemukan dalam data adalah sebagai berikut:
Data nomor 20
دان تمفت تر بت سكل رهسي شيخ سكلا لين شيخ
//dan tempat terbit segala rahasia syeikh sekalian syeikh//
Pada data nomor 20 terbit adalah proses, segala rahasia adalah partisipan, dan tempat dan syeikh sekalian syeikh adalah sirkumstan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa data nomor 20 merupakan klausa berupa pengalaman yang menyatakan proses tingkah laku, yakni terbit dan proses tingkah laku tersebut mengikat satu partisipan, yakni segala rahasia dilabeli petingkah laku. Lebih lanjut, proses tingkah laku tersebut terjadi dalam sirkumstan berupa lingkup tempat: lokasi yang ditunjukan oleh entitas tempat dan sirkumstan berupa lingkup peran yang ditunjukan oleh entitas syeikh sekalian syeikh.
Jumlah kemunculan masing-masing proses di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah didasarkan kepada hasil analisis dijabarkan dalam tabel berikut.

Persentase Kemunculan Tipe Proses Transitivitas dalam Naskah  Ijazah al-Naqsyabandiyah

No
Tipe Proses Transitivitas
Persentase kemunculan
1.     
Proses Material
32,85 %
2.     
Proses Mental
18,57 %
3.     
Proses Relasional
18,7 %
4.     
Proses Verbal
11,42 %
5.     
Proses Wujud
4,28 %
6.     
Proses Tingkah laku
2,86 %
Tabel di atas dapat dibaca bahwa proses yang dominan adalah proses material dengan 32,85%, selanjutnya proses mental sebesar 18,57 %, diikuti proses relasional 18,7 %, berikutnya proses verbal sebesar 11,42 %, kemudian proses wujud  sebesar 4,28 %, dan terakhir proses tingkah laku sebesar 2,86 %. Berdasarkan perhitungan kemunculan proses tersebut diketahui bahwa proses yang dominan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah proses material, yakni sebesar 32,85%. Implikasinya, menunjukan apa saja perbuatan yang harus dilakukan oleh pengikut ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah di Matur Hilir dan dimana saja berada. Aktivitas material tersebut berkaitan dengan kegiatan memperbaiki moral, aqidah, dan beribadah kepada Allah untuk mendapatkan faidh dan berkat Allah Swt. Syeikh Muhammad Adam tidak menjanjikan keberkahan hidup, tetapi mengajak semua pengikut ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah berbuat dan bertingkah laku yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasululullah Saw karena dengan berpegang teguh kepada “tali’ Allah keberkahan tersebut didapatkan. Lebih lanjut, Syeikh Muhammad Adam menyatakan bahwa ia memberikan ijazah khalifah tawajuh kepada Kaciak Imam Basar Diradjo berfungsi sebagai penegas kesamaan hak serta kewajiban Kaciak Imam Basar Diradjo dengan dirinya. “hamba beri ijazah akan dia.....dan hamba jadikan tangannya seperti tangan hamba dan [jadikan] qabulnya seperti qabul hamba..” merupakan contoh pemilihan verba proses material yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah yang menunjukan penegasan kesamaan hak dan wewenang tersebut.
Persentase kemunculan proses tersebut juga dapat dibaca bahwa hakikat ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah adalah ajaran Allah Swt yang terdapat di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasululllah Saw. Implikasinya, ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah adalah ajaran tarekat tarekat Nabi Muhammad Saw dan para tabi’in.

3.2    Konteks Situasi yang Terefleksi dalam Naskah Ijazah
al-Naqsyabandiyah
Analisis konteks situasi yang terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah terdiri atas tiga ranah (domain), yaitu bidang atau isi (field), pelibat (participant /tenor), dan cara (mode). Analisis ketiga ranah tersebut dijabarkan satu persatu berikut ini.
3.2.2   Bidang atau Isi
Dalam analisis bidang atau isi ada tiga hal penting yang ditelaah, yaitu  arena/kegiatan, ciri partisipan atau pelibat, dan ranah semantik. Uraian bidang atau isi adalah sebagai berikut.


a.    Arena/kegiatan
Arena/kegiatan mengacu kepada lokasi interaksi yang secara khusus menggambarkan ciri kegiatan atau ciri institusi yang menetapkannya. Lokasi interaksi yang terjadi dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah di Surau. Hal tersebut diketahui dari data nomor 67 yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
تر مكتو ب د سو ر و با رو فلمبا ين
//Termaktub di Surau Baru Palembayan// (data nomor 67).
Berdasarkan kutipan data di atas diketahui bahwa aktivitas atau kegiatan yang terjadi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum  (+) terinstitusi. Implikasinya kegiatan atau aktivitas yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah ditentukan oleh (aturan) yang terdapat di dalam Surau Tarekat al-Naqsyabandiyah, yang mana aturan tersebut mencirikan arena/kegiatan Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
                                                               
b.   Ciri Pelibat
Ciri pelibat dalam kaitan unsur isi menunjukan ciri fisik dan mental dan pengetahuan pelibat dalam aktivitas bahasa. Ciri pelibat dapat mencakup ras, kelamin, kelas sosial, kekayaan, umur, penampilan, kecerdasan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan. Semua unsur ini berpengaruh di dalam tampilan bahasa atau teks pemakai bahasa (Saragih, 2002:194).
Pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah merujuk kepada Syeikh Muhammad Adam. Di dalam data ditemukan bahwa Syeikh Muhammad Adam adalah pemimpin surau tarekat, yakni Surau Baru Palembayan seperti terlihat pada kutipan teks berikut.
اينله وصيت همب شيغ محمد اد م ا لخا لدى ا لنقشبندية فلمبا ين
//...inilah washiat hamba Syeikh Muhammad Adam al-Khalidi al-Naqsyabandiyah Palembayan...// (data nomor 61 dan 62)
تر مكتو ب د سو ر و با رو فلمبا ين
//termaktub di Surau Baru Palembayan// (data nomor 62)
Ciri pelibat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah merujuk kepada sistem kepemimpinan di dalam Surau Tarekat al-Naqsyabandiyah. Di dalam sebuah surau tarekat posisi tertinggi adalah Syeikh; kemudian wakil syeikh yang biasanya adalah anak atau menantunya disebut khalifah; selanjutnya guru-guru baik mereka yang merupakan murid-murid sangat senior ataupun mereka yang diundang mengajar di surau tersebut sesuai dengan kompetensi dan pengalaman mereka. Syeikh bertanggung jawab atas pengajaran seluruh murid di surau yang dipimpinnya. Tetapi, ia fokus mengajar murid-murid yang lebih tinggi atau lebih senior. Sedangkan murid-murid junior dibimbing oleh guru-guru. Masing-masing guru mempunyai kelompok murid sendiri-sendiri di bawah pengasuhannnya.


c.    Ranah Semantik
Ranah semantik merujuk kepada isi atau pokok masalah yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Ranah semantik Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah kontinum (+) spesialisasi. Dengan demikian, persoalan  dan isi Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah topik yang hanya dapat diikuti oleh orang-orang yang menganut ajaran Tarekat al-Naqsyabandiyah. Topik yang tersebut tidak dapat diikuti dan dipahami oleh semua orang.   

3.2.3    Pelibat (Partisipant/Tenor)
Analisis tenor of discourse merujuk kepada hakikat relasi antar partisipan. Analisis partisipan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah mencakup empat hal, pertama, formalitas; kedua, status sosial; ketiga, afeksi; dan keempat, kontak. Analisis pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut.

a. Formalitas
Formalitas adalah tata cara keterlibatan partisipan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah. Keterlibatan partisipan tersebut di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) formal. Setiap tindakan atau aktivitas yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah di dasarkan kepada ajaran yang digariskan oleh Imam al-Rabbani Ahmad al-Faruq al-Sirhindi, yaitu berdasarkan kepada Sunnah Rasulullah (Mazhab ahlus sunnah wal jama’ah) dan Al-Qur’an.


b. Status
Status mengacu kepada pemakaian bahasa di dalam aktivitas. Status memberikan peran kepada seseorang. Status partisipan/pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah tidak sama. Perbedaan status diisyaratkan oleh entitas do’a silsilah yang menjadi amalan wajib penganut Tarekat al-Naqsyabandiyah. Do’a silsilah adalah serangkaian do’a yang dipanjatkan pengikut Tarekat al-Naqsyabandiyah pada saat berdo’a memohon sesuatu kepada Allah. Rangkaian do’a tersebut harus menyebut nama-nama guru yang telah mengajarkan ilmu agama atau ilmu tarekat. Do’a silsilah dilakukan pada saat melakukan rabithah mursyid dan tawajuh.

c.    Afeksi
Di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah hubungan antar pelibat dapat dilihat dari kutipan teks berikut.
بهوا سا ي تله همب بر ي خليفت تو ا جو ه دا ن ا خا زة ا كلا ن سؤ ر غ سو در ا كو   
//bahwasanya telah hamba beri khalifah tawajuh dan ijazah akan seorang saudaraku// (data nomor 7)
Berdasarkan kutipan teks di atas diketahui bahwa pemakaian bahasa di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) interpersonal dan kontinum (+) ideational. Dengan interaksi (+) interpersonal berarti pelibat dalam Naskah  Ijazah al-Naqsyabandiyah terlibat dalam interaksi penuh kesukaan, yang sebagian besar melibatkan unsur emosi. Interaksi (+) interpersonal di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah ditunjukan oleh entitas saudaraku yang menggambarkan interaksi terjadi penuh kesukaan. Sementara itu, dengan interaksi (+) ideational berarti interaksi pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah menggambarkan interaksi antara dua orang pelibat yang sama-sama pakar atau ahli mengenai Tarekat al-Naqsyabandiyah. Interaksi (+) ideational tersebut digambarkan oleh entitas  tangannya seperti tangan hamba, qabulnya seperti qabul hamba yang terdapat di dalam kutipan data nomor 23 dan nomor 23 berikut.
دان همب جد يكن تاغني سفر ت تا غن همب
//dan hamba jadikan tangannya seperti tangan hamba// (data nomor 23)
دان قبو لي سفر ت قبو ل همب
//dan qabulnya seperti qabul hamba// (data nomor 24)
Entitas tanganya seperti tangan tangan hamba, qabulnya seperti qabul hamba di dalam data di atas dapat dianalogikan dengan dia adalah saya. Dua adalah satu. Hal tersebut menginsyaratkan bahwa dua orang pelibat dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah tersebut memiliki keahlian yang sama.

d.   Kontak
Di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah hubungan antara pelibat dalam interaksi berada pada kontinum (+) sering. Dengan interaksi (+) sering antar pelibat maka Interaksi (+) interpersonal dan interaksi (+) ideational antara dua pelibat tersebut terjadi. Keseringan bertemu dan beraktivitas bersama menumbuhkan rasa persaudaraan yang tinggi. Hal tersebut terkenal dengan istilah sufi brotherhood, yaitu sebuah istilah persudaraan yang populer dikalangan pengikut tarekat.

3.2.4   Cara (Mode)
Uraian cara yang terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut.

a. Keterencanaan (Planning)
     Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah terwujud melalui sebuah persiapan. Teks tidak terwujud secara spontan. Syeikh Muhammad Adam melakukan persiapan yang matang sebelum menulis Ijazah al-Naqsyabandiyah tersebut. Hal ini terlihat dari pemilihan-pemilihan kata yang di dalam kata tersebut terangkum ciri dari Tarekat al-Naqsyabandiyah, seperti penggunaan entitas Imam al-Rabbani Ahmad al-Faruq al-Sirhindi dan Mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.

b. Jarak (feedback)
Jarak antar pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah diukur dengan menggunakan umpan balik. Di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah interaksi yang tercipta adalah interaksi satu arah sehingga umpan balik tidak dilakukan secara langsung oleh pelibat lainnya. Hal ini mengimplikasikan bahwa jarak terefleksi dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) jarak waktu/tempat dan bahasa di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berperan sebagai refleksi. Oleh karena itu, keterbabitan bahasa dalam data berada pada kontinum (+) jarak semantik, yang berarti antara teks dan aktivitas yang dilakukan terdapat jarak.

a.    Medium atau Saluran
Medium atau saluran menunjukan sarana yang merealisasikan bahasa (Saragih, 2002:198). Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah menggunakan medium tulisan yang dikodekan oleh goresan, garis, dan huruf pada kertas. Unit realisasi bahasa dalam data adalah huruf.

3.3    Hubungan Antara Sistem Transitivitas dengan Konteks Situasi yang Terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah.
 Trasitivitas adalah realisasi pengalaman linguistik pemakai bahasa yang terlihat melalui analisis sistem transivitas. Konteks situasi adalah keseluruhan yang harus dipahami untuk dapat menginterpretasikan makna yang terkandung  dalam suatu teks yang meliputi bidang atau isi (field), pelibat (parcipant), dan cara (mode). Sistem transitivitas dan konteks situasi dihubungkan oleh hubungan konstrual semiotik yang berarti konteks dan teks saling menentukan; konteks menentukan teks dan teks pada gilirannya merujuk konteks.

                                                                       BAB IV

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian sistem transivitas di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah di simpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1)   Tipe proses transitivitas yang terdapat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berdasarkan kemunculannya secara dominan adalah, proses material, proses mental, proses relasional, proses verbal, proses wujud (existential), proses tingkah laku (behaviuoral).
2)   Konteks situasi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah meliputi bidang atau isi (field), pelibat  (tenor), dan cara (mode).
a.    Bidang atau isi  terdiri atas arena/kegiatan, ciri pelibat, dan ranah semantik. Arena/kegiatan adalah surau Tarekat al-Naqsyabandiyah dan aktivitas yang terjadi adalah (+) terinstitusi. Ciri pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah dapat diilustrasikan sebagai berikut; seorang syeikh menduduki posisi tertinggi di sebuah surau dan bertanggung jawab atas pengajaran seluruh murid di surau yang dipimpinnya. Ia sendiri telah melalui disiplin yang telah ditentukan oleh seorang pengarah spiritual, yang otoritasnya dapat dilacak sampai kepada pendiri tarekat. Seorang syeikh juga terlibat dalam kegiatan pertanian, perdagangan yang ada di daerah-daerah sekitarnya. Implikasinya, seorang syeikh juga dijuluki sebagai pelindung petani dan pedagang. Ranah semantik di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah adalah (+) spesialisasi.
b.    Analisis Pelibat (participant) di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah terdiri atas analisis formalitas, status sosial, afeksi, dan kontak. Berdasarkan analisis pelibat di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah diketahui bahwa formalitas adalah (+) formal; pelibat yang terlibat dalam aktivitas memiliki status yang tidak sama; afeksi berada pada kontinum (+) interpersonal dan (+) ideational; kontak adalah (+) sering.
3)   Cara (mode) terdiri atas unsur keterencanaan, jarak, medium atau saluran. Aktivitas di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) terencana. Keterencanaan aktivitas mengimplikasikan respon tidak langsung, sehingga jarak terefleksi di dalam Naskah Ijazah al-Naqsyabandiyah berada pada kontinum (+) jarak waktu/ tempat dan (+) jarak semantik yang artinya antara teks dan aktivitas yang dilakukan terdapat jarak. Medium yang digunakan di dalam Naskah Ijazah al-Naqsybandiyah adalah tulisan dan unit realisasi bahasa adalah huruf.
4)   Hubungan Sistem transitivitas dan konteks situasi adalah hubungan konstrual. Artinya sistem transitivitas merujuk konteks situasi dan konteks situasi menentukan sistem transitivitas.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abu Umar, Imron. 1980. Di Sekitar Masalah Tariqat (Naqsyabandiyah). Kudus: Menara.

Abu Bakar, Anwar (Translator). 2010. At- Tanzil; Al-Qur’an dan Terjemahannya Juz I s/d 30. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Asy’ari, Hasyim. 2006. Qanun Asasi: Risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Jember: Darul Sholeh.

Azra, Azyumardi. 2003. Surau Pendidikan Islam Tradisionalis dan Modernisasi. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Azra, Azyumardi. 2003. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Baried, Baroroh. dkk.1985. Pengantar Filologi. Jakarta: Balai Pustaka.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Brown, Gillian. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Bruinessen, Van Martin. 1992. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan.

Chaer, Abdul. 2007.  Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.


Corbin, Hendry. 1977. Spiritual Body and Celestial Earth, From Mazden Iran to Shi’ete Iran. Translated from Frech by Nancy Pearson Princeton. New Jersey: Princeton University Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Djajasudarma, T.F. dkk. 1997. Nilai Budaya dalam Ungkapan Bahasa Sunda. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Eggins, S. 1994. An Introduction to Systemic Fungsional Linguistic. London: Pinter.

Faturrhman, Oman. 2010. Filologi dan Islam di Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan.

Gazabla, Sidi. 1983. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara.

Halliday, M. A. K. 1978. Language as A Social Semiotics. London: Edward Arnold.

Halliday, M. A. K. 1978. Languages as Social Semiotic: The Social Interpretation of language and Meaning. London: Edward Arnold.

Halliday, M. A. K. 1985. An Introduction to Fungtional Grammar. London: Edward Arnold.


Halliday dan R. Hasan. 1985. Context and Text: Aspects of Language in Social Semiotic Perspectives. Geelong: Deakin University Press.

Halliday dan R. Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.

Halliday, M. A. K. 1994. An Intoduction to Fungtional Grammar. 2nd.ed. London: Edward Arnold.

Halliday dan Matthiessen, C. M. I. M. 2004. An Intoduction to Fungtional Grammar. London: Edward Arnold.

Hanani, Silfia. 2002. Surau, Aset Lokal yang Tercecer. Bandung: Humaniora Utama Press.

Hadi al-Misri, Abdul Muhammad. 1996. “Mahaj dan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”. Majalah Salafy Edisi IX/Rabi’us Tsani/I/.  Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.

Hossein Nasr, Seyyed. 1981. Knowledge and The Sacred. Cambridge: Golgonoza Press.

Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang: Lubuk Raya.

Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Renika Cipta.

Latif, Yudi, dan Idi Subandy Ibrahim. 1996. Bahasa dan Kekuasaan. Bandung: Mizan.

Leckie – Tarry. H. 1995. Language and Context: A Functional Linguistic Theory of Register. London: Printer.

Lubis, Nabilah. 2001. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia.

Martin, J. R. 1992. English Text. System and Structure. Amsterdam: John Benjamins.

Mastoyo, Jati Kusuma Tri. 2007. Pengantar (metode) Penelitian Bahasa. Yokyakarta: Carasvatibooks.

Mulyana, Deddy. 2001. Motodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Odgen dan Richards. 1985.  The Meaning of Meaning. London: ARK Paperbacks.

Palmer, E. Richard. 2003. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yokyakarta: Pustaka Belajar.

Said, Fuad.1994. Hakikat Tarekat Naqsyabandiyah. Jakarta: Pustaka al-Husna.

Sausure, F. D. 1959. Course in General Linguistik. New York: Philosophical Library.

Saragih, Amran. 2002. Bahasa Dalam Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik Terhadap Tata Bahasa dan Wacana. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Siradj, Aqil. 2008. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah: Sebuah Kritik Historis. Jakarta: Pustaka Cendikia.

Sumardjo J. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Eneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yokyakarta: Duta Wacana University Press.

Solihin, M. 2005. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. Jakarta: PT Raja Grafindo.

http://mirza3m. com/2012/02/08/. “Makna Bacaan Basmalah” Sufi/#/sthash.XLcWhtj.dpuf  (14 Februari 2014).